Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Edy Can
JAKARTA. Mabes Polri mengevaluasi penyidik Polda Bengkulu yang menangani kasus penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman mengaku sedang mengevaluasi penanganan kasus tersebut.
Sutarman mengaku, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sudah menginstruksikan evaluasi kasus tersebut tersebut. "Kalau kami dianggap tidak tepat, penyidik dari Bengkulu misalnya, kami akan evaluasi karena Mabes Polri mempunyai kewenangan pengawasan," katanya, Rabu (10/10).
Polri memutuskan akan tetap mengusut kasus Novel tersebut. Menurut Sutarman, pihaknya akan mencari cara dan waktu yang tepat. "Seperti yang saya katakan kemarin, siapapun harus tunduk di hadapan hukum," tutur Sutarman.
Ketika ditanya mengapa kasus Novel diusut sekarang, Sutarman beralasan kasus di kepolisian sangat banyak. Dia mengatakan, Polri tidak sanggup menyelesaikan seluruh kasus yang dilaporkan masyarakat.
Dia mengaku hanya bisa menyelesaikan 60% kasus yang dilaporkan masyarakat. "Karena kami bukan Ksatria Baja Hitam. Tidak seluruh kasus yang dilaporkan masyarakat itu mampu ditangani Polri," ucapnya.
Sebelumnya, pada Jumat (5/10), Polda Bengkulu yang dipimpin Direktur Reserse dan Kriminal Umum Komisaris Besar Polisi Dedy Irianto berniat menangkap Novel Baswedan. Penyidik KPK itu diduga terlibat dalam kasus penganiayaan yang terjadi pada 2004 silam.
Namun, upaya itu menimbulkan kemarahan para penggiat anti korupsi. Sebab, langkah Polda Bengkulu ini dianggap untuk menghalangi pengusutan dugaan korupsi proyek pengadaan simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sedang disidik oleh Novel. Kasus korupsi itu sendiri melibatkan para petinggi Polri seperti Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo.
Para penggiat anti korupsi itu pun membentengi gedung KPK hingga dini hari. Kejadian ini memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara. Dia menilai penanganan kasus Novel Baswedan itu tidak tepat waktu dan caranya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News