Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya dikabarkan akan mulai mempertimbangkan untuk mengeluarkan dekrit darurat untuk mengembalikan regulasi perbankan ke kewenangan bank sentral, atau dalam hal ini Bank Indonesia (BI).
Hal ini dikarenakan ketidakpuasannya tentang kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama mengatasi dampak pandemi Covid-19.
Baca Juga: Pembagian Biaya Korona Mulai Memacu Kontroversi
Kabar ini pun diperkuat dengan adanya usulan amandemen, atau revisi Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 1999 tentang BI untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kamrussamad mengatakan, ada tiga poin utama yang mesti diperhatikan dalam revisi UU BI ini.
Pertama, bagaimana BI bisa menambah pasal mengenai skema pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"Khususnya, pelaku usaha pemula, kecil atau mikro yang selama ini tidak terakomodasi di dalam sistem perbankan nasional, karena mereka tidak memiliki kolateral dan neraca keuangan tapi memiliki prospek pasar yang baik," ujar Kamrussamad kepada Kontan.co.id, Senin (6/7).
Baca Juga: Burden sharing krisis akibat corona BI dan Pemerintah mulai memacu kontroversi
Kedua, menyangkut penguatan independensi BI dan penguatan tugas pengendalian operasi moneter agar semakin lebih efektif. Ketiga, BI dapat memperkuat tugas dalam menjaga inflasi dan kemungkinan mengkaji pengalikan kembali fungsi pengawasan perbankan.
Kamrussamad menilai memang sejauh ini cukup banyak permasalahan pada industri keuangan di bawah pengawasan OJK. Namun demikian, fungsi OJK sebenarnya masih bisa tertolong apabila dilakukan evaluasi lebih jauh serta adanya transparansi khususnya kepada DPR RI.
"Saat ini, DPR akan fokus mengawasi implementasi relaksasi kredit bunga dan pokok bagi UMKM," kata Kamrussamad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News