Reporter: Amal Ihsan Hadian | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Kepolisian Republik Indonesia belum dapat menerima laporan bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum yang diajukan loyalis Anas, Tri Dianto. Polri terlebih dahulu mencermati proses yang dilakukan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dicemati dulu proses hukum di KPK karena seperti yang kita ketahui, sudah ada tim etik yang sudah berjalan. Kami hormati proses yang berjalan ini. Kami perlu menyimak hasilnya yang akan disampaikan pada masyarakat," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (4/3/2013).
Boy mengatakan, kepolisian pun harus menelusuri unsur tindak pidana yang dapat dikenakan untuk kebocoran sprindik. Sebab, selama ini belum pernah terjadi kebocoran draf sprindik. Untuk itu, pihak pelapor pun disarankan untuk menunggu kinerja yang dilakukan komite etik KPK.
"Itu memang dokumen, tapi apa masuk ke dalam hukum pidana, misalnya dikaitkan dengan dokumen, kita lihat apa yang mengatur itu. Kita enggak bisa bilang serta-merta itu pidana. Kita cari tahu dulu. Semua harus berdasarkan hukum. Baik sekali kita cermati tim etik itu, bisa jadi salah satu rujukan," papar Boy.
Sebelumnya, mantan Ketua DPC Cilacap Partai Demokrat Tri Dianto melaporkan kebocoran sprindik tersebut ke Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/3/2013). Ia melaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi karena tidak dapat menjaga dokumen rahasia.
Tri yakin kebocoran sprindik tersebut dilakukan oknum yang memiliki jabatan penting di KPK. Namun, ia sendiri tidak mengetahui pasti siapa pelaku yang membocokan sprindik atas nama Anas itu. Ia mengaku telah menyerahkan barang bukti berupa draf sprindik dan yang dimuat di salah satu surat kabar.
Tri mengaku tidak mempercayai kinerja Komite Etik yang dibentuk KPK. Seperti diketahui, sprindik atas nama Anas Urbaningrum sebagai tersangka beredar. Dalam draf sprindik itu, Anas disebut sebagai tersangka atas penerimaan gratifikasi saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kebocoran draf terjadi sebelum ada gelar perkara di depan seluruh pimpinan KPK yang kemudian memang menetapkannya menjadi tersangka pada 22 Februari 2013.
Tim investigasi KPK menyimpulkan, draf yang beredar di masyarakat diduga kuat merupakan dokumen asli dari KPK. Terkait kebocoran itu, KPK kemudian membentuk Komite Etik untuk melakukan penyelidikan, yang diduga melibatkan level pimpinan.
Jika pelaku pembocor dokumen adalah pegawai KPK, sanksi yang akan diberikan bisa berupa pemecatan, penurunan pangkat, penurunan golongan, teguran tertulis, atau surat peringatan. Namun bila ternyata pimpinan yang terlibat, maka sanksi akan diputuskan Komite Etik. Saat ini Komite Etik yang dipimpin Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, sudah bekerja dan mengumpulkan keterangan para saksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News