Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tren peningkatan harga minyak mentah dan beberapa harga komoditas sedikit membantu menyelamatkan penerimaan negara. Penerimaan Negara Bukan Pajak tahun ini diproyeksi bisa lebih tinggi dari yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dari sisi harga minyak, selisih penguatan kurs rupiah akan berdampak pada penurunan penerimaan migas. Namun lanjut Sri, jika harga migas mengalami kenaikan, maka akan berdampak pada kenaikan penerimaan migas.
"Jadi kami melakukan penyesuaian di antara dua hal itu," kata Sri, akhir pekan.
Sebelumnya Sri Mulyani memperkirakan kurs rupiah tahun ini bisa berada di level Rp 13.300 per dollar Amerika Serikat (AS), menguat dari asumsi dalam APBN-P 2016 yang sebesar Rp 13.500 per dollar AS.
Sementara dari sisi nonmigas, ia mengatakan bahwa hingga saat ini harga komoditas mengalami penurunan cukup tajam. Akan tetapi ada beberapa komoditas termasuk yang mulai stabil, bahkan mulai meningkat, misalnya minyak kelapa sawit (CPO).
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani memperkirakan, ada tambahan PNBP sebesar Rp 15 triliun dari yang ditargetkan. Dengan demikian, penerimaan PNBP tahun ini bisa mencapai Rp 250,1 triliun.
"(Tambahan PNBP itu) dengan asumsi harga minyak US$ 45 per barel," kata Askolani. Asumsi tersebut juga meningkat dari asumsi dalam APBN-P 2016 yang disahkan DPR sebesar US$ 40 per barel.
Tambahan PNBP tersebut sedikit membantu meringankan jebolnya pendapatan negara. Dari sisi penerimaan perpajakan saja, pemerintah sebelumnya memperkirakan realisasi tahun ini lebih rendah (shortfall) Rp 219 triliun dari yang ditargetkan. Dengan tambahan PNBP tersebut, shortfall penerimaan negara tahun ini bisa mencapai Rp 204 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News