kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

PKS bukan partai yang bermasalah


Rabu, 09 Maret 2011 / 18:37 WIB
ILUSTRASI. Petugas menunjukkan progres terkini dalam pendataan sensus penduduk secara online di gedung Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta Senin (17/2/2020). BPS telah memulai pendataan Sensus Penduduk pada 15 Februari hingga 31 Maret 2020 yang dapat diakses dengan


Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Tarik ulur masalah koalisi yang masih berlanjut sampai hari ini. Kabar terakhir yang beredar, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono akan mengundang pengurus partai untuk melakukan evaluasi koalisi sore ini. Tapi, ternyata undangan untuk Partai Keadilan Sejahtera tak kunjung sampai.

Beberapa spekulasi pun mulai berkembang. Tapi, Presiden DPP PKS Luthfi Hasan Ishaq yakin partai yang dipanggil SBY justru merupakan partai yang bermasalah. Itulah sebabnya Luthfi mengaku tidak terlalu resah menanti undangan dari SBY. "Belum ada tuh. Belum ada surat atau agenda bertemu SBY. Mungkin yang dipanggil yang ada masalah. Yang tidak bermasalah tidak dipanggil, dipanggil kalau bermasalah saja barangkali," ujar Luthfi di ruang fraksi, Gedung Nusantara I DPR RI Rabu (9/3).

Saat ini PKS dalam posisi pasif dalam arti PKS telah melaksanakan apa yang harus dilakukan PKS dan selanjutnya bukanlah domain PKS lagi untuk menentukan. “Kalau diundang datang, kalau tidak diundang ya kami tidak pantas datang,” imbuhnya.

Luthfi juga menyerahkan sepenuhnya kepada presiden masalah koalisi karena masalah mempertahankan partai itu adalah hak prerogatif presiden. Menurutnya, ini bukanlah persoalan pecah koalisi atau pergantian kementerian, tapi suasana yang nyaman dan kondusif untuk berlangsungnya pemerintahan ke depan.

“Saya pikir yang dipertimbangkan Pak SBY adalah suasana pemerintahan yang nyaman untuk ke depan agar kinerja pemerintah ke depan lebih baik. Jadi tidak semata-mata masalah koalisi dan reshuffle karena bacaan sebagai seorang negarawan tidak berbicara komplikasi parsial dan personal, tapi yang dibaca adalah bagaimana kinerja pemerintahan ke depan lebih produktif,” tambahnya.

Ia pun melanjutkan, asal mula masalah koalisi dan reshuffle bukanlah presiden yang mengawali, tapi partai Demokrat di tataran DPP-nya dan di fraksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×