kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Petani tak merespons kredit ketahanan pangan


Senin, 19 Desember 2011 / 06:38 WIB
Petani tak merespons kredit ketahanan pangan
ILUSTRASI. Kementerian ESDM menghitung potensi PLTA terapung mencapai 3.000 MW.


Reporter: Rika Panda | Editor: Edy Can

JAKARTA. Program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) bagi sektor pertanian kurang mendapat respon dari kalangan petani. Hingga Desember 2011, dari total plafon kredit sebesar Rp 8,7 triliun, hanya terserap sekitar 20% atau Rp 1,7 triliun.

Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan Winarno Tohir mengakui, penyerapan KKPE oleh petani tergolong rendah. Namun, fakta ini bukan berarti petani tidak memerlukan modal usaha. "Harus dicari penyebabnya mengapa rendah, padahal kami sangat membutuhkan permodalan untuk pertanian," ujarnya, Minggu (18/12).

Sekadar tahu, KKPE merupakan kredit investasi dan modal kerja untuk kelompok tani dan koperasi dalam rangka mendukung program ketahanan pangan dan energi. Petani hanya kena bunga 5% per tahun untuk tanaman tebu. Sedangkan komoditas lain bunganya sekitar 6%.

Winarno menduga, ada keengganan dan ketidaktahuan dari petani untuk mengurus persyaratan kredit ini. Maklum, sekitar 75,19% petani di Indonesia hanya berpendidikan sekolah dasar (SD), bahkan ada yang tak lulus. Sisanya 23,63% adalah lulusan SMP dan SMA, dan hanya 1,18% yang jebolan perguruan tinggi. "Akibatnya, mereka sulit terlibat dalam proses administrasi di bank," kata dia.

Menurut Winarno, perlu ada semacam pengawalan atau pendampingan dari pemerintah untuk membantu meningkatkan produksi pertanian, terutama kepada para petani kecil, seperti yang terjadi dalam program Gerakan Peningkatan Produksi Padi berbasis Korporasi (GP3K). "Program GP3K bagus, kenapa tidak ditiru? Pengawalan seperti ini yang diinginkan oleh para petani, tentu juga dengan dukungan anggaran pertanian memadai," katanya.

Pengamat Pertanian Bustanul Arifin bilang, penyerapan program KKPE rendah akibat berbagai kendala, di antaranya masalah agunan. Selain itu, tak ada pendampingan bagi petani dalam proses pengajuan kredit yang syaratnya berbelit. "Apalagi, harus punya NPWP (nomor pokok wajib pajak). Ini kan aneh, rupanya bank masih enggan menyalurkan kredit kepada petani," bebernya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×