Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Baru juga disahkan pertengahan Oktober lalu, Undang Undang (UU) Pangan bakal menuai gugatan. Beberapa pihak bakal membawa UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran dianggap tidak memberikan manfaat yang seluas-luasnya kepada rakyat.
Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Aliansi Petani Indonesia (API) siap mengajukan uji materi atau judicial review ke MK awal tahun depan. menurut Achmad Yakub, Ketua Departemen Kajian Strategis SPI, UU Pangan merugikan sektor pertanian dalam negeri dan kepentingan petani. "Draf gugatan sedang disusun, awal tahun akan didaftarkan ke MK," katanya, Rabu (28/11).
Menurut Yakub, sejumlah pasal dalam beleid yang merupakan revisi dari UU No. 7 Tahun 1996 itu tidak mengakomodasi sumber daya pertanian untuk seluruh masyarakat dan bertentangan dengan amanat Undang Undang Dasar 1945. Beberapa ketentuan yang dinilai bermasalah adalah pasal 15 ayat 2, pasal 17, pasal 36-39, pasal 77, pasal 123, dan pasal 124.
Menurut Yakub, dalam UU Pangan disebutkan, pemerintah berkewajiban melindungi dan memberdayakan produsen pangan seperti petani, nelayan dan pembudidaya ikan. "Tapi, petani dan pengusaha pangan besar disamakan. Tentunya, petani tidak bakal sanggup bersaing," ujarnya.
Konsekuensinya, pengusaha pangan besar bisa mendapatkan fasilitas subsidi bibit dan pupuk dari pemerintah, sama dengan yang diperoleh petani kecil. Ketentuan dalam pasal 17 ini, menurut Yakub, justru bertentangan dengan pasal 18 tentang kewajiban pemerintah menghilangkan kebijakan yang berdampak pada penurunan daya saing.
SPI berpendapat, UU Pangan tidak memiliki pasal yang menghambat aktivitas impor produk pangan. Kata Yakub, UU Pangan justru menegaskan bahwa impor pangan merupakan instrumen dalam mendukung terwujudnya kemandirian pangan.
Tak cuma itu, UU Pangan juga tidak menyebut larangan peredaran produk pangan hasil rekayasa genetika yang berbahaya bagi kesehatan. Padahal, Amerika Serikat dan Eropa mulai menerapkan kebijakan larangan rekayasa genetika dalam produk pangan.
Yakub mengakui, ada nilai manfaat dari rekayasa genetika, seperti menekan serangan hama atau penyakit pada tanaman. Hanya saja, sistem ini belum menjamin keamanan bagi kesehatan manusia.
Sekedar mengingatkan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan UU Pangan pada 18 Oktober lalu. Ketua Komisi IV DPR Muchammad Romahurmuziy menyatakan, UU Pangan mengatur soal ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meyakini, RUU Pangan bisa mendorong produksi pangan secara mandiri, diversifikasi dan keanekaragaman pangan lokal, dan menjamin mutu hasil produksi pangan. Meski begitu, ia mengakui beleid ini membuka peluang impor produk pangan tapi lebih ketat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News