kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peta politik makin sengit setelah pileg


Kamis, 17 April 2014 / 13:54 WIB
Peta politik makin sengit setelah pileg
ILUSTRASI. Jadwal Live Stream Genshin Impact 3.3 Special Program, Versi Terbaru dan Kode Redeem


Reporter: Herry Prasetyo, Mimi Silvia | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Euforia Jokowi effect seakan sirna. Pelaku pasar tampaknya harus menelan kekecewaan. Sehari pasca pemilihan umum legislatif (pileg) yang digelar Rabu (9/4) lalu, bursa saham ikut terpuruk. Maklum, pencalonan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (capres) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ternyata tak mampu mengantarkan partai itu mencapai presidential threshold.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Kamis (10/4), melorot 3,16% ke level 4.765,73. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pergerakan bursa saham pada saat pendeklarasian Jokowi, 14 Maret 2014 lalu. Saat itu, IHSG melejit lebih dari 3%.

Memang, berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, PDI Perjuangan menempati peringkat pertama sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak. Meski menjadi nomor satu, partai berlogo banteng bermoncong putih ini tak bisa disebut sebagai pemenang mutlak. Partai Golkar menguntit di urutan kedua, lalu disusul Partai Gerindra.

Dalam berbagai survei, tiga partai besar ini memang sudah diperkirakan bakal bertarung memperebutkan posisi teratas. Tapi, Golkar akhirnya harus mengaku kalah. Meski persentase sampel suara dalam hitung cepat baru 60%, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie buruburu menggelar konferensi pers dan mengucapkan selamat kepada PDI Perjuangan.

Selain hanya berada di posisi kedua, Golkar juga tak mencapai target perolehan suara. Aburizal alias Ical mengatakan, Golkar menargetkan meraup 22% suara. Cuma, Golkar harus menerima apa pun hasilnya. “PDI Perjuangan juga tidak mencapai target,” dalihnya.

Pernyataan Ical memang tidak salah. Dalam rapat kerja nasional (rakernas) September 2013 lalu, PDI Perjuangan mematok target perolehan suara 27,02%. Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Puan Maharani, bilang, partainya akan mengevaluasi dan menganalisis hasil perolehan suara pileg untuk mempersiapkan pemilu presiden (pilpres). Meski menang, ia tampaknya tak puas lantaran perolehan suara jauh dari target. “Ada satu hal yang missed dari strategi kami,” ungkap Puan.

Apakah pamor Jokowi effect sudah pudar? Puan enggan menjawab. Yang jelas, PDI Perjuangan masih akan menunggu hasil perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tapi, yang sudah-sudah, hasil quick count tak jauh beda dengan hasil perhitungan KPU.

Jokowi juga enggan menjawab. Menurut dia, pileg merupakan pertarungan calon legislatif (caleg) di tingkat akar rumput. Ada lebih dari 6.600 caleg yang memperebutkan suara. Alhasil, pertarungan berlangsung sangat keras.

Rhoma effect

Sebaliknya, pamor Prabowo Subianto sebagai capres Partai Gerindra justru mampu menggerakkan perolehan suara cukup signifi kan. Partai berlambang burung garuda ini berhasil menyabet posisi ketiga, dengan mengantongi 11%–12%. Padahal, di pileg sebelumnya hanya berada di peringkat ke-8 dengan perolehan suara 4,66%.

Meski kalah jauh dibanding dengan PDI Perjuangan dan Golkar, Gerindra terbukti mampu mengalahkan perolehan partai penguasa: Partai Demokrat. Memang, seperti sudah diduga, perolehan suara Demokrat merosot drastis ketimbang pileg 2009 lalu, dari 20,8% menjadi 9%−10%. Langkah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terjun langsung sebagai ketua umum tampaknya tidak berhasil mendongkrak pamor partainya. “Kami menerima dengan lapang dada dan akan melakukan evaluasi,” kata SBY.

Perolehan suara cukup fenomenal justru diraup oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Tanpa disangka, partai kaum nahdliyin ini sanggup membayangi perolehan Demokrat dengan mendulang suara 9%, naik dua kali lipat ketimbang pileg 2009 lalu. Ketua PKB Marwan Ja’far tegas menyebut keberhasilan partainya mendulang suara lantaran kembalinya kaum nahdliyin memilih PKB.

Bagi Nusa Ikrar Bhakti, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kunci keberhasilan PKB justru terletak pada kecerdikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar memainkan strategi dengan mengusung tiga tokoh nasional sebagai bakal capres PKB.

Memang, partai yang dapat dukungan dari bos Lion Air Rusdi Kirana ini terang-terangan memasang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan raja dangdut Rhoma Irama sebagai capres. PKB sukses memanfaatkan popularitas ketiga tokoh ini untuk mendulang suara. Menurut Ikrar, Rhoma effect lebih terasa ketimbang Jokowi effect. Massa pendukung Rhoma cukup besar. “Gembar-gembor pencapresan Rhoma mendongkrak perolehan suara PKB,” ujar Ikrar.

Hal inilah yang perlu dipelajari PDI Perjuangan kalau ingin memenangkan pilpres. Ikrar menyatakan, PDI Perjuangan terlalu percaya diri dan mengandalkan popularitas Jokowi. Setelah Jokowi dideklarasikan sebagai capres, mereka hampir tidak melakukan apapun untuk memenangkan pileg.

PDI Perjuangan seharusnya tahu, kampanye paling efektif melalui media televisi. Namun, sosok Jokowi sebagai capres mereka justru jarang muncul. Malah, sosok Puan dan Megawati Soekarnoputri yang sering nongol di layar kaca. “Alhasil, 30% pemilih tidak tahu bahwa Jokowi merupakan capres PDI Perjuangan,” kata Ikrar.

Umar S. Bakry, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Nasional, berteori, perolehan suara PDI Perjuangan membuktikan Jokowi effect cuma ilusi. Meski populer, Jokowi belum tentu akan dipilih rakyat.

Hamdi Muluk, pakar psikologi politik, menambahkan, Jokowi mestinya mulai sadar diri. Dia tak bisa asal memilih wakil presiden sandal jepit dan yakin memenangkan pilpres. Toh, perlu diperhitungkan juga faktor pemilih yang setuju Jokowi jadi presiden tapi tidak mau memilih PDI Perjuangan dalam pemilu legislatif. Sebagaimana pengalaman Pemilu 2009 pun Partai Demokrat cuma meraih 20,85% suara, tapi dalam pemilihan presiden, SBY bisa menang sekali putaran. Dus, bila punya pasangan calon wapres yang tepat, ada kemungkinan Jokowi bisa memenangi pemilihan presiden nanti.

Cuma, yang jelas, karena tak ada pemenang mutlak, partai dan capres mau tak mau harus siap berkoalisi. Bersiaplah menonton politik dagang sapi.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 29 - XVIII, 2014 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×