Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Edy Can
JAKARTA. Setelah menggugat PT Indonesia Power, PT Matahari Anugerah Perkasa rupanya juga menggugat PT PLN (Persero). Perusahaan milik Daniel T.F. Sinambela, yang menjadi tersangka kasus proyek pengadaan batubara tersebut, menggugat PLN karena menolak batubara kirimannya dan memotong harga jual batubara secara sepihak.
Menurut berkas gugatan yang diterima KONTAN, kasus ini berawal ketika Matahari Anugerah mendapat penawaran bisnis dari M. Nazaruddin, Anggota DPR yang juga Bendahara Umum Partai Demokrat. Tawaran itu berupa pengadaan batubara spot ke PLTU Suralaya Lot-5 sebesar 40.000 ton dengan nilai mencapai Rp 20,28 miliar.
Matahari Anugerah lantas meneken perjanjian kerjasama dengan Nazaruddin di hadapan notaris. Dalam kesepakatan itu, Nazaruddin menjadi pemodal dengan menyetor Rp 19 miliar untuk pembiayaan proyek pengadaan batubara dan Rp 5 miliar untuk jual beli saham Matahari.
Adapun persentase pembagian keuntungannya, sebanyak 50% untuk Partai Demokrat, 35% untuk Nazaruddin pribadi, dan sebanyak 15% diperuntukkan bagi penggugat.
Selanjutnya, Matahari Anugerah mengajukan penawaran atas tender pengadaan batubara itu. Atas bantuan Nazaruddin, penggugat mengadakan pertemuan dengan salah satu Direktur PLN berinisial NP guna membicarakan proyek ini di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan. Matahari akhirnya menjadi pemenang. Matahari lantas menyetor bank garansi sebesar Rp 1,014 miliar ke Bank Sumatera Utara.
Kesepakatannya, tahap pertama sebanyak dua tongkang sebesar 16.000 ton. Masing-masing 8.000 ton di setiap tongkangnya. Dengan spesifikasi yang sesuai dengan perjanjian yang dibuktikan dengan sertifikasi sesuai asal.
Namun, PLN hanya menerima satu tongkang sebanyak 8.000 ton dan menolak tongkang satunya. Alasannya, ada perbedaan spesifikasi ketika berangkat dari tempat asal dengan ketika sampai tujuan.
Adapun harga batubara yang diterima, juga dikurangi secara sepihak oleh PLN. Alasannya, spesifikasi batubara itu menurun ketika sampai ditempat tujuan. Matahari pun mengirim satu lagi tongkang. Tapi hingga kini PLN belum melakukan pembayaran.
Matahari Anugerah menilai, tindakan PLN tersebut melawan hukum. Matahari mengaku mengalami kerugian moril dan materiil sebesar Rp 2,01 triliun. Kedua pihak sempat melakukan mediasi, tetapi tidak membuahkan hasil. Kuasa Hukum Penggugat, Kamaruddin Simanjuntak, mengatakan, mediasi gagal karena PLN ragu setelah karyawan Nazaruddin ditangkap KPK.
Adapun Kuasa Hukum PLN yang enggan disebut namanya menolak berkomentar. Bambang Dwiyanto, Manajer Senior Komunikasi PLN, mengatakan, PLN menyerahkan kasus ini ke pengadilan. "Kami hormati proses hukum," katanya.
M. Nazaruddin juga tidak bisa dimintai konfirmasinya. Cuma, pengurus Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin membantah tudingan bahwa partainya menerima dana ilegal. "Ada oknum yang mencatut nama partai," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News