Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pakar Hukum Pertanahan Dr. BF Sihombing MA berpendapat, seharusnya PT Hardaya Inti Plantation (HIP) perusahaan milik Hartati Murdaya di Buol, Sulawesi Tengah, tidak perlu mengajukan ulang permohonan izin hak guna usaha (HGU) atas lahan seluas 4.500 hektare. Menurut Sihombing, lahan tersebut seharusnya secara otomatis dapat diperoleh HIP, meski ada peraturan Menteri Agraria yang mensyaratkan satu perusahaan maksimal hanya boleh memiliki HGU seluas 20.000 hektare di satu provinsi.
Dikatakan Sihombing, lahan seluas 4.500 hektare yang berada di luar HGU itu, seharusnya berhak didapatkan PT HIP, meski angkanya melebihi pembatasan lahan 20.000 hektare di satu provinsi. Sebab, izin lokasi dan permohonan HGU itu diajukan sebelum keluarnya peraturan menteri tentang pembatasan lahan. Tetapi, kata Sihombing, sebelumnya pengajuan permohonan itu harus diajukan tertulis ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan bukan kepada Bupati.
Lebih lanjut, Sihombing mengatakan peraturan mengenai pembatasan lahan maksimal 20.000 hektare tidak berlaku surut. Sehingga, seharusnya HIP tetap mendapatkan izin atas lahannya yang jumlahnya mencapai 75.000 hektare di Buol, Sulawesi Tengah. Sebelumnya, Hartati didakwa jaksa memberikan uang Rp 3 miliar kepada mantan Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu, agar mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) untuk perusahaannya.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, Jaksa Penuntut Umum Edy Hartoyo mengatakan Hartati selaku Direktur PT Hardaya Inti Plantation dan PT Citra Cakra Murdya memberikan uang agar Amran membuat surat kepada Gubernur Sulawesi Tenggara dan kepala Badan Pertanahan Nasional terkait perizinan usahanya.
Jaksa menjerat Hartati dengan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 44 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 250 juta.
Jaksa juga menuntut Hartati dengan dakwaan kedua dari pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 44 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp 150 juta.
Menurut jaksa, terdakwa dan bertemu di Hotel Grand Hyatt pada 11 Juni 2012 dan meminta Amran untuk menerbitkan surat izin lokasi, surat rekomendasi kepada Gubernur Sulteng dan rekomendasi kepada Kepala BPN untuk lahan 4.500 hektare dan sisa lahan 75.000 hektare yang masuk dalam izin lokasi tapi belum memiliki HGU. "Terdakwa setuju untuk memberikan uang Rp 3 miliar, Rp 1 miliar diberikan lewat Arim dan Rp 2 miliar melalui Gondo Sudjono," kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Atas kesepakatan itu, Hartati memerintahkan kepada Arim untuk membuat surat-surat yang dimaksud dan memberikan kepada Amran di satu showroom Mitsubishi di Jakarta pada 11 Juni 2012.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News