Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Perusahaan batubara, PT Binamitra Sumberarta diharuskan menyusun proposal perdamaian. Majelis hakim menerima permohonan restrukturisasi utang melalui penundaan kewajiban pembayaran utang / PKPU yang diajukan PT RPP Contractors Indonesia dan PT Ulet Bulu Mining.
Ketua majelis hakim Kisworo mengatakan, kedua kreditue Binamitra itu berjasil membuktikan dalil permohonannya di dalam persidangan. Dalil tersebut baik berupa utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih serta memiliki lebih dari satu kreditur.
"Permohonan PKPU sudah memenuhi syarat berdasarkan Pasal 222 ayat 3 Undang-Undang No. 37/2004 tentang PKPU dan Kepailitan," ungkap Kisworo dalam putusannya yang dibacakan, Senin (22/4).
Majelis berpendapat, utang yang diklaim kedua pemohon itu dapat dibuktikan secara sederhana. Apalagi terbukti dalam persidangan Binamitra telah mengakui kalau memang adanya utang. Hakim juga menegaskan, gugatan perdata yang diajukan Binamitra kepada para pemohon di pengadilan negeri tidak menghalangi proses PKPU.
Dengan begitu, secara sah dan beralasan hukum bagi majelis untuk menjatuh PKPU sementara kepada Binamitra selama 45 hari sejak putusan dibacakan. "Mengadili mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Kisworo dalam amar putusan.
Dengan diterapkan PKPU, maka majelis menunjuk dan mengangkat hakim Eko Sugianto sebagai hakim pengawas dan Widia Gustiwardini, M. Ashar Syarifuddin, dan Nina Jacomina Timsela sebagai tim pengurus PKPU Binamitra. Dimana, nantinya hakim pengawas dan tim pengurus akan menjembatani Binamitra dengan para krediturnya untuk mencapai perdamaian.
Namun sayangnya ditemui seusai persidangan kedua pihak PT Binamitra Sumberarta dan PT RPP Contractors Indonesia dan PT Ulet Bulu Mining enggan berkomentar kepada wartawan. Masing-masing kuasa hukum yang hadir di persidangan pun kompak menjawab "no comment."
Sekadar informasi, utang Binamitra kepada kedua pemohon berasal dari jasa penambangan. Dimana, untuk RPP Contractors Indonesia sudah menjalin kerjasama sejak Oktober 2011 dan Ulet Bulu Mining sejak Oktober 2008. "Pada awalnya Binamitra melakukan pembayaran dengan lancar tapi sejak 2014 pembayaran itu mulai tersendat bahkan mulai berhenti hingga saat ini," tulis dia dalam berkas yang diterima KONTAN dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (9/8).
Kedua pemohon ini merupakan perusahaan penyedia jasa penambahan dengan metode cut mining. Dimana, di dalam perjanjian, Binamitra diharuskan membayar setelah 30 hari sejak berakhirnya bulan produksi (untuk RPP) dan 45 hari setelah menerima tagihan dan pernyataan penyelesaian kontraktor (untuk Ulet Bulu).
Adapun berdasarkan beberapa invoice yang disertakan, diketahui Binamitra memiliki utang terhadap RPP Contractors dan Ulet Bulu Mining hingga akhir 2015 dengan masing-masing nilai sebesar US$ 31,94 juta dan US$ 14,87 juta. "Utang tersebut sudah termasuk utang pokok dan denda yang dikenakan sesuai perjanjian," tambah Dwiana.
Pihaknya pun sudah melakukan peringatan alias somasi kepada Binamitra untuk segera membayar kewajibannya pada Februari dan April 2016. Tapi tetap saja, hingga permohonan PKPU ini dilayangkan 25 Juli 2016 Binamitra masih belum memenuhi kewajiban tersebut. Padahal ia mengklaim seluruh kewajiban para pemohon sudah dilakukan sesuai dengan perjanjian. Sehingga ia patut menuntut hak pembayaran dari Binamitra.
Sementara itu atas permohonan tersebut kuasa hukum Binamitra, Harry F Simanjuntak justru menolak seluruh dalil para pemohon. Dalam berkas jawabannya, Harry bilang, justru RPP Contractors dan Ulet Bulu Mining telah melakukan ingkar janji dengan tidak memenuhi target sesuai dengan perjanjian penambangan.
Nah, atas hal itu pula, Binamitra justru merasa dirugikan karena potential lost yang timbul mencapai US$ 43,06 juta. "Maka dari kami sudah mengajukan gugatan wanprestasi kepada RPP di Pengadilan Negeri Samarinda dan Ulet Buku di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Agustus 2016," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News