kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Pertumbuhan dan penghasilan belum rata


Kamis, 13 Desember 2012 / 08:30 WIB
Pertumbuhan dan penghasilan belum rata
ILUSTRASI. Ada banyak cara menghilangkan sakit kepala yang sebaiknya Anda coba.


Reporter: Farrel Dewantara | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pertumbuhan ekonom yang tinggi sepanjang tahun ini belum memberikan kualitas yang memadai. Pertumbuhan masih bertumpu pada sektor usaha yang padat modal. Akibatnya, tingkat penyerapan tenaga kerja masih rendah, kualitas pemerataan penghasilan tidak tercapai.

Hal ini tergambar diskusi Sarasehan Ekonomi "Menyusun Ulang Pembangunan Ekonomi Indonesia 2014" yang diadakan oleh Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Rabu (12/12). Berdasarkan riset Indef, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dinikmati oleh sektor usaha yang padat modal atau non-tradable.

Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Erani Yustika, mencontohkan, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi yang termasuk dalam sektor non-tradable ternyata cukup tinggi, yakni rata-rata tumbuh 10,29% hingga triwulan III-2012. Disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran (8,04%), sektor konstruksi (7,48%), dan sektor keuangan, real estat, serta jasa perusahaan (6,92%).

Sedangkan sektor usaha yang tergolong sebagai tradeable seperti pertambangan dan penggalian hanya tumbuh 1,94%. Lalu, sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yakni pertanian, hanya tumbuh 4,27%, dan industri pengolahan tumbuh 5,81%. Padahal, jika sektor tradable bisa meningkat lagi, artinya penyerapan tenaga kerja bisa lebih tinggi. Ini bisa menurunkan ketimpangan pendapatan masyarakat.

Hal itu tergambar dalam indeks Gini Indonesia dari tahun ke tahun yang terus meningkat. Posisi terakhir Gini ratio Indonesia sebesar 0,41. Padahal selama masa Orde Baru, Gini ratio tidak pernah di atas 0,30. Sebagai, catatan jika indeks gini mendekati angka 0 artinya tingkat kesenjangan penghasilan sangat kecil, sebaliknya jika angka indeks mendekati angka 1, kesenjangan penghasilan semakin tinggi.

Namun, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida Alisjahbana membantah fakta ini. Ia menyebut, industri pengolahan sudah tumbuh. "Kuartal terakhir ini, sektor pertanian sudah di atas 4%. Sektor pengolahan di luar migas sudah naik 6%. Hal ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan dua sampai tiga tahun lalu," kata Armida.

Agar pertumbuhan ekonomi memiliki kualitas lebih baik tahun depan, Indef merekomendasikan pemerintah memberikan perhatian lebih kepada sektor pertanian.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×