Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perseteruan antara PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) dengan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Raja Tempirai di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat semakin meruncing. Pada persidangan Rabu (26/3) pihak GSEI menghadirkan saksi fakta yakni mantan Manager Keuangan GSEI Novawaty Sahid dan Mantan Direktur Umum GSEI Said Algadri.
Kuasa hukum PHE Handarbeni Imam Arioso mengatakan pihaknya merasa diuntungkan oleh keterangan saksi fakta yang dihadirkan pihak GSEI. Ia mengambil contoh keterangan yang disampaikan saksi fakta, Said yang mengaku tidak tahu dan tidak melihat bahwa PHE memilik utang biaya eksplorasi terhadap GSEI. "Apalagi saksi fakta tadi hanya menjabat pada tahun 2003-2006," ujarnya usai persidangan.
Apalagi, menurutnya pendanaan awal dari GSEI yang dikeluarkan untuk eksplorasi itu bukanlah sole risk operation. Jadi ketika GSEI menuding PHE menikmati hasil minyak, menurut Handarbeni, hal itu bukanlah sole risk yang dimaksud. "Jadi sole risk adalah ketika mereka mengeksplorasi blok tersebut, lalu dibuat persyaratan dan mereka mau mengambil blok itu, maka itulah solk riks," terangnya.
Dalam kesaksiannya di persidangan, Novawaty mengatakan ia mengetahui bahwa dalam perjanjian eksplorasi minyak, PHE tidak membayar kewajibannya sejak tahun 1992 sampai tahun 2004. "Saya tahu kalau PHE belum pernah menyetor biaya eksplorasi," ujarnya di bawah sumpah.
Sejauh yang diketahui Nova, perjanjian tersebut dibuat sampai tahun 1989 dan berlaku sampai saat ini. Dan Novawaty juga mengakui tahu kalau minyak hasil eksplorasi itu dinikmati PHE. Hal senada juga dikatakan Said bahwa ia tidak pernah melihat PHE menyetor biaya eksplorasi minyak yang sudah dijanjikan tersebut. Namun Said tidak memberikan kesaksiannya tidak di bawah sumpah karena dinilai majelis hakim masih memiliki hubungan saudara dengan pimpinan GSEI.
Sengketa ini bermula ketika Golden Spike menuding PHE Raja Tempirai melakukan wanprestasi dengan tidak membayar kewajiban dalam pekerjaan Sole Risk Operation seperti yang tercantum dalam pasal 6.3 PSC.
Yaitu denda berupa sole risk exploration well sebesar 300% dan sole appraisal well sebesar 200%. PHE selaku default party telah berulang kali terlambat memenuhi kewajiban dalam membayarkan modal dan bahkan pada akhirnya tidak mampu memenuhi kewajibannya.
Seluruh akumulasi wanprestasi kewajiban PHE ditambah dengan cost reimbursement sole risk operations dan interest (bunga) mencapai US$ 299,13 juta. Tak hanya itu, Golden Spike meminta ganti rugi imateriil US$ 300 juta karena sudah melakukan konsultasi hukum dan menghubungi ahli dengan biaya sangat mahal serta kehilangan waktu, tenaga, pikiran, dan kesempatan mendapatkan keuntungan (loss income).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News