kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perppu Cipta Kerja Resmi Jadi UU, Ini Komentar Denny Indrayana


Rabu, 22 Maret 2023 / 14:37 WIB
Perppu Cipta Kerja Resmi Jadi UU, Ini Komentar Denny Indrayana


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja kini resmi menjadi undang-undang (UU).

Merespons hal ini, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM), Denny Indrayana menganggap pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU merupakan pelanggaran berjamaah atas norma UU Peraturan Pembentukan Perundangan (UU PPP).

Selain itu ia menilai pengesahan ini juga melanggar ketentuan dari UUD 1945. 

Baca Juga: RUU Penetapan Perpu Cipta Kerja Resmi Disetujui DPR RI untuk Ditetapkan Menjadi UU

"Sayangnya, pelanggaran terang-terangan konstitusi berjamaah oleh presiden dan DPR itu realitasnya akan sulit untuk dikoreksi," kata Denny dalam keterangannya, Rabu (22/3). 

Secara tata negara, koreksi konstitusional harusnya dilakukan MK yang normalnya menyatakan Perppu Ciptaker tidak mematuhi putusan MK soal UU Ciptaker. 

Karena itu, tegas Denny, Perppu Ciptaker harus dicabut karena tidak memenuhi tiga syarat konstitusional. Mulai dari syarat kepentingan yang memaksa, syarat waktu harus disetujui DPR pada masa sidang berikutnya dan syarat harus dicabut jika tidak mendapatkan persetujuan DPR. 

Denny sendiri tidak meyakini integritas mayoritas hakim konstitusi. "MK sekarang, sebagaimana pula KPK, sudah dikendalikan dan mudah diintervensi dengan pertimbangan dan kepentingan non-konstitusi," ujar Denny. 

Baca Juga: Pengusaha: Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Sebaiknya Tidak Tersebar di Beberapa UU

Sanksi ringan teguran tertulis kepada hakim Guntur Hamzah atas kesalahan yang sangat fundamental yaitu mengubah putusan MK merupakan indikasi kuat. Yaitu, hukuman ringan merupakan tukar guling untuk hakim Guntur untuk memutus perkara di MK. 

Putusan tersebut tentu sesuai kepentingan kekuasaan yang melindungi. Denny menilai, hakim-hakim yang kehilangan integritas akhirnya tetap bertahan di MK dan menyebabkan MK kehilangan independensi dan kewibawaan institusionalnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×