Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Insya Allah, biaya utang pemerintah akan semakin murah pada periode mendatang seiring dengan kenaikan peringkat utang yang diraih Indonesia. Pekan lalu (20/12), Fitch Ratings menaikkan peringkat surat utang Indonesia dari BBB- dengan outlook positif menjadi BBB dengan outlook stabil.
Kenaikan peringkat utang dari Fitch itu merupakan kenaikan rating pertama kali yang diperoleh Indonesia di level layak investasi (investment grade). Kini, Indonesia perlu membuktikan kemampuannya lagi untuk memperoleh kenaikan rating di golongan investment grade dari dua lembaga rating lainnya, Moody's dan Standard and Poor's (S&P).
Nah, Fitch menilai, Indonesia memiliki daya tahan yang cukup kuat dalam menghadapi gejolak eksternal. Ini tercermin dari kenaikan cadangan devisa hingga hampir mencapai US$ 126 miliar per November 2017.
Selain itu pinjaman luar negeri korporasi bisa dikontrol dengan baik. Catatan positif lain adalah kenaikan peringkat Ease of Doing Business sebanyak 37 peringkat dalam dua tahun sehingga bisa mendorong arus investasi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Luky Alfirman mengatakan, kenaikan peringkat satu notch dari Fitch menambah kredibilitas Indonesia. Kenaikan itu merefleksikan persepsi investor dalam menghargai upaya Indonesia menjaga stabilitas makro, fiskal, maupun sektor riil. "Itu jadi modal yang bagus untuk menghadapi 2018, khususnya strategi pembiayaan," jelas Luky, akhir pekan lalu.
Penguat rupiah
Sebagai gambaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mentargetkan defisit Rp 325,9 triliun atau 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah itu lebih rendah dari target APBN-P 2017 yang senilai Rp 397,24 triliun atau sekitar 2,92% dari PDB.
Walau jumlah berkurang, beban utang yang harus dibayar pemerintah dalam APBN 2018 lebih tinggi hingga mencapai Rp 247,6 triliun. Dalam APBN-P 2017, beban utang yang harus dibayarkan pemerintah sebesar Rp 218 triliun. Dengan kenaikan peringkat utang, diharapkan beban utang 2018 lebih rendah dari target dalam APBN 2018.
Berkurangnya cost of fund sebenarnya telah dinikmati Indonesia pasca meraih peringkat investment grade dari S&P pada 19 Mei 2017. Ini terlihat dari data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), dimana yield obligasi pemerintah baik tenor 5 tahun dan 10 tahun terus mengecil sejak pengumuman S&P itu.
IBPA mencatat yield surat utang negara (SUN) tenor 5 tahun pada 19 Mei sebesar 6,8309%, sehari kemudian turun menjadi 6,7897% dan per 22 Desember lalu 6,1052%. Pada periode sama yield SUN tenor 10 tahun juga turun dari 7,2010% menjadi 7,1930% dan kini tinggal 6,6593%. Penurunan yield SUN berdampak pada kenaikan harga obligasi di pasar sekunder yang terus meningkat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah bilang, sejak akhir Mei lalu hingga pertengahan Juni 2017, imbal hasil seluruh SBN seri benchmark menurun rata-rata 2-4 basis poin (bps). Tak hanya itu, pasca kenaikan peringkat utang, kurs rupiah tercatat menguat 31 poin ke level Rp 13.425 per dollar Amerika Serikat (AS).
Menkeu menyebut, penurunan imbal hasil 5 bps bisa menghemat beban utang hingga Rp 500 miliar. Sedangkan penguatan rupiah sebesar 100 bps bisa menghemat beban utang hingga Rp 325 miliar.
Pada awal September 2017, Sri Mulyani menyebut penghematan bunga utang hingga Rp 6 triliun akibat peringkat investment grade dari Fitch, Moody's, dan S&P. "Untuk investor domestik kami dapat (berhemat) Rp 2,7 triliun per tahun. Kalau SBN valas (turun) 20 bps maka sekitar US$ 250 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun sampai Rp 3 triliun," kata Sri Mulyani.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menghitung, sejak pengumuman S&P, imbal hasil surat utang pemerintah turun cukup signifikan, 156,3 bps year to date untuk SBN dengan tenor 10 tahun.
Perbaikan peringkat dari Fitch dalam beberapa hari terakhir juga telah menurunkan bunga obligasi (yield) lebih dari 10 bps. "Dalam tiga bulan ke depan, yield obligasi pemerintah turun hingga 25–50 bps," katanya.
Walau ada tekanan eksternal, Bhima berharap, sentimen positif itu akan membuat modal asing masuk. Dengan begitu kurs rupiah bisa bergerak di kisaran Rp 13.500–Rp 13.600 per dollar AS pada tiga bulan ke depan
Di sisi lain, Bhima memperkirakan Moody's yang biasanya memberikan penilaian di Januari dan S&P yang biasanya memberikan penilaian di Mei, masih akan konservatif menentukan peringkat surat utang Indonesia setelah perbaikan dari Fitch. Sebab, menurutnya, kedua lembaga itu masih akan melihat kinerja penerimaan pajak dan defisit anggaran pemerintah pada akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News