kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Perekonomian Indonesia Dinilai Relatif Less Connected dengan Ekonomi Global


Sabtu, 31 Desember 2022 / 12:36 WIB
Perekonomian Indonesia Dinilai Relatif Less Connected dengan Ekonomi Global
ILUSTRASI. Kawasan properti perkantoran di Jakarta, Jumat (26/8). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/26/08/2022.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Brawijaya (FEB UB), Prof. Candra Fajri Ananda berpendapat, saat ini ekonomi dunia terancam menghadapi perlambatan di tahun 2023. Resesi yang diprediksi akan muncul pada 2023 perlu diwaspadai meski perekonomian Indonesia dianggap relatif aman dari perekonomian global. 

Dalam talkshow Meneropong Ekonomi Indonesia 2023 bertajuk 'Perkuat Amunisi Membangun Harapan di tengah Brittle, Anxious, Non-Linear, Incomprehensible (BANI)', yang digelar oleh PPKE FEB UB, Kamis (29/12), dia bilang keterkaitan dan dampak perekonomian global terhadap perekonomian Indonesia tak bisa dipandang remeh, terutama dalam jalur ekspor-impor dan jalur aliran modal asing.

Menurutnya, resesi akan membawa berbagai sektor dalam perekonomian yang terintegrasi antar negara sulit terhindar dari dampak negatif ancaman pelemahan ekonomi global di tahun mendatang. Aktivitas perdagangan di sejumlah negara maju yang akan melemah diperkirakan bisa mempengaruhi perdagangan di negara berkembang yang ekonominya bergantung pada ekspor-impor. 

"Sebaliknya, perekonomian Indonesia yang mengandalkan pasar domestik akan cukup kuat meski dunia terancam resesi pada 2023," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (31/12). 

Baca Juga: Inflasi di Bulan Desember 2022 Diramal Naik Terkerek Efek Nataru

Ia mengatakan, ada beberapa sektor yang sejatinya dapat didorong oleh pemerintah untuk bisa menyelamatkan Indonesia dari ancaman resesi, di antaranya adalah sektor UMKM, pariwisata, hingga sektor industri pengolahan tembakau. 

“Dalam mendukung berbagai sektor tersebut, sisi keuangan dan perbankan nasional serta investasi juga perlu dijaga untuk dapat mendukung iklim usaha dalam aktivitas ekonomi,” katanya. 

Pengamat ekonomi pariwisata, Aang Afandi mengatakan, kinerja kualitatif yang menonjol pada sektor pariwisata dan sektor terkait yakni, sukses gelaran G-20 Bali (Oktober) beserta kegiatan – kegiatan pendukung lainnya di berbagai kota di Indonesia dan World Tourism Day pada September 2022. 

Pemerintah juga sukses menggelar Moto GP pada Maret, dan World Superbike pada bulan September. Saat ini, Raja Ampat masuk sebagai salah satu World Destination 2023 (yang dirilis pada tahun 2022 ini). Serta pada tahun ini Indonesia terpilih sebagai Destinasi Wisata Halal Terbaik Dunia versi Global Muslim Tourism Index (GMTI). 

Aang Afandi membeberkan 5 tantangan sektor pariwisata ke depan. Pertama, harga tiket transportasi yang meningkat, seperti pesawat akibat adanya kenaikan harga bahan bakar (avtur). Kedua, menjaga keseimbangan antara pariwisata berbasis kapital dan komunitas yang harus diawali dengan peningkatan kapasitas SDM (utamanya di pedesaan, misalnya di Kuta Mandalika). 

"Ketiga, regulasi Visa. Keempat, implementasi Green and Sustainability Tourism. Dan kelima, sinergi Pariwisata dan Ekonomi kreatif," terangnya. 

Untuk sektor UMKM, peneliti PPKE FEB UB, Joko Budi Santoso mengatakan, UMKM Indonesia memiliki peran strategis dalam membentuk fondasi kokoh perekonomian Indonesia dan telah terbukti tahan badai dan guncangan ekonomi. Dengan jumlah UMKM yang mencapai sekitar 65 juta unit atau sekitar 99% dari jumlah usaha yang ada di Indonesia, UMKM mampu berkontribusi pada PDB sekitar 60%, dan menyerap 96% angkatan kerja. 

"Fakta ini menjadikan UMKM sebagai amunisi yang kuat untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Dengan kebijakan yang tepat, maka UMKM akan menjadi senjata yang ampuh di dalam memperluas kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan," tegasnya. 

Joko menyebut beberapa poin penting untuk penguatan UMKM. Pertama, penguatan permodalan melalui KUR, atau mengkolaborasikan pembiayaan madani seperti bank wakaf, Baznas, dan lembaga pembiayaan lainnya. 

Kedua, insentif fiskal seperti Pajak Penghasilan Final (PPh) UMKM ditanggung pemerintah, Penempatan dana/penempatan uang negara, dan pembiayaan investasi perlu terus dijaga keberlanjutannya. Ketiga, penguatan kolaborasi dengan marketplace, fasilitasi sertifikasi halal maupun perijinan usaha mutlak terus dilakukan secara berkelanjutan. 

Baca Juga: Pemerintah Berupaya Tingkatkan Rasio Pajak Jadi 15%

Keempat, penguatan UMKM model kluster. Hal ini akan memudahkan dan meningkatkan daya tawar dalam memperoleh bahan baku dan pemasaran, serta pengawasan dan pembinaan. Kelima, pemerintah daerah juga harus memperkuat linkage antara sektor pertanian dengan UMKM. Pasalnya, sebagian besar UMKM bergerak di F&B. 

“Hal penting lagi adalah kearifan lokal (local wisdom) dan budaya di masyarakat sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan publik,” ujarnya. 

Peneliti PPKE FEB UB, Imanina Eka Dalilah berpandangan, industri pengolahan tembakau merupakan salah satu industri yang sejatinya dapat menyelamatkan Indonesia dari ancaman resesi global mengingat kontribusinya yang sangat besar terhadap ekonomi Indonesia. Hal ini karena IHT merupakan satu-satunya industri nasional yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. 

Meski IHT merupakan industri yang memiliki kekuatan kontribusi ekonomi yang besar, namun saat ini IHT tengah memiliki tantangan berupa kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang terjadi hampir setiap tahunnya. Menurut Imanina, regulasi kenaikan tarif cukai yang selama ini berlaku justru lebih banyak menyebabkan trade off, kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang eksesif setiap tahunnya. 

“Lebih banyak berdampak pada penurunan jumlah pabrikan rokok dan peningkatan peredaran rokok ilegal dibandingkan dengan penurunan jumlah prevalensi merokok secara umum,” terangnya. 

Di kuartal akhir tahun 2022, setidaknya terdapat dua kebijakan yang cukup mengejutkan bagi IHT, yakni kenaikan tarif cukai tertimbang 10% yang dipatok untuk dua tahun mendatang (tahun 2023 dan 2024), dan revisi PP 109 Tahun 2012. 

“Pemerintah juga akan memberlakukan aturan baru mengenai perdagangan rokok mulai 1 Januari 2023, yakni pelarangan bagi pedagang untuk menjual rokok per batang. Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023,” ujarnya. 

Menurut Imanina, saat ini iklim usaha IHT memiliki tantangan yang cukup besar berupa kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang terus terjadi hampir setiap tahunnya. Hal tersebut menyebabkan semakin meningkatnya peredaran rokok ilegal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×