Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengaku memiliki pandangan yang sama. Ia menegaskan, jika kebijakan diskon rokok tetap dipertahankan, maka potensi penerimaan negara yang berjumlah triliunan rupiah akan hilang. Peredaran rokok yang didiskon menyebabkan penerimaan PPh badan menjadi tidak optimal.
Dia mendorong agar kebijakan tersebut sebaiknya diatur ulang jika pemerintah ingin meningkatkan penerimaan PPh Badan. Maka itu, ketentuan diskon rokok pada Perdirjen 37/2017 beserta ketentuan 50 % kantor pengawasan Bea dan Cukai perlu dihilangkan. "Ada urgency pentingnya regulasi ini dihilangkan," kata Tauhid.
Baca Juga: Harta pemilik Grup Djarum kembali menyusut Rp 18,4 triliun selama sepekan
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka Kusumawardani, menyatakan bahwa ketentuan HTP sebesar minimal 85 % dari HJE pada PMK 152/2019 sesungguhnya tidak bertujuan untuk mendiskon rokok.
“Sebenarnya kita perlu meluruskan bahwa diskon rokok bukan terminologi yang tepat. Pengaturan tersebut adalah refleksi dan pertimbangan bahwa ada rantai proses produsen ke konsumen yang membutuhkan biaya, sehingga pemerintah mengatur harga HTP bisa di bawah HJE,” kata Pande.
Ketika disinggung mengenai dasar toleransi 50% area pengawasan pada Perdirjen BC 37/2017, ia menuturkan bahwa semua masukan tentunya akan ditinjau apakah mekanisme ini masih berjalan tepat di lapangan atau masih memerlukan penyesuaian.
“Kami akan mempertimbangkan secara serius mengenai masukan atau aspirasi dari semua pihak mengenai kebijakan cukai tembakau, termasuk juga mengenai PMK Nomor 152/2019 maupun Perdirjen 37/2017,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News