Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Delegasi Republik Indonesia (DELRI) pada pertemuan Subsidiary Body (SB) ke-60 Konvensi Perubahan Iklim membahas langkah operasionalisasi perdagangan karbon di Indonesia. Pada pertemuan yang diadakan di Bonn Jerman pada 3 hingga 14 Juni 2024, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian LHK Laksmi Dhewanthi sebagai National Focal Point (NFP) UNFCCC.
Kementerian LHK dalam rilis menjelaskan, sidang SB ke 60 UNFCCC ini membahas agenda Badan Pendukung untuk Nasihat Ilmiah dan Teknologi alias Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan Badan Pembantu Pelaksana alias Subsidiary Body for Implementation (SBI) 60. Dimana agenda tersebut berisi tentang transisi clean development mechanism (CDM), mandated event dan side event.
"Salah satu agenda penting yang dibahas terkait langkah operasionalisasi perdagangan karbon di Indonesia adalah agenda SBSTA 60 terkait Article 6 Paris Agreement, termasuk mandated event terkait dengan usulan tema program kerja Non Market Approach bagi negara anggota Paris Agreement dan side event yang terkait dengan keputusan CMA 3 dan 4 tentang ketentuan dan persyaratan pelaksanaan Article 6 termasuk penggunaan methodology, otorisasi, corresponding adjustment dan pelaporannya," jelas Laksmi dalam rilis.
Baca Juga: Ini Langkah Perusahaan Pupuk Mendukung Target Net Zero Emisi 2060
Agenda ini menghasilkan draft kesimpulan yang akan menjadi bahan pembahasan pada pertemuan COP 29 UNFCC mendatang di Baku, Azerbaijan pada awal November 2024. Dalam draft kesimpulan ditegaskan transfer unit karbon kepada mitra kerjasama luar negeri baik untuk tujuan komitmen dan aksi iklim alias Nationally Determined Contributions (NDC) dan other international mitigation purposes (OIMP) seperti CORSIA dan labelling, harus dilakukan otorisasi oleh negara asal.
Dalam kaitan ini, masing-masing negara pihak harus membuat peta jalan capaian NDC tahunan untuk monitoring capaian NDC tahunannya. Sementara pembahasan detail metodologi untuk corresponding adjustment baru akan dibahas pada COP 30 tahun 2025.
Terkait artikel 6.2. yang berisi kerjasama antar negara, belum berhasil disepakati format laporan elektronik. Format ini sebagai basis penyusunan laporan dan ditegaskan bahwa pelaksanaan kerjasama di bawah Artikel 6.2 tetap bisa dilaksanakan, tanpa menunggu kesepakatan format laporan.
"Pada subjek berkenaan dengan mekanisme kerjasama luar negeri untuk membantu kontribusi NDC negara asal tanpa transfer unit karbon ke mitra kerjasama luar negeri (non pasar) yang tertuang dalam article 6 ayat 8 Paris Agreement, hasil pembahasan akan merujuk Keputusan 4 CMA 3 dan keputusan 8 CMA 4," papar KLHK dalam rilis. Aturan ini mengatur peran National Focal Point (NFP), dimana NFP dapat melakukan identifikasi implementasi di negaranya dan menyampaikan kepada UNFCCC melalui non market web based platform.
Baca Juga: Tiga Media Besar di Asia, Termasuk KG Media Resmi Bentuk Konsorsium Berkelanjutan
Agenda ini juga membahas tema program kerja tahun 2024 dimana akan dilakukan identifikasi di tingkat negara anggota Paris Agreement. Dalam hal ini, Indonesia mendorong peran para pihak dalam kontribusi NDC melalui kerjasama luar negeri tanpa transfer unit karbon ke luar negeri. Kerjasama ini khususnya pada kegiatan berbasis lahan, termasuk pertanian dan kehutanan.
Tema program kerja 2024 yang disepakati untuk identifikasi program kerja 2024 terkait dengan sumberdaya alam.
Di luar agenda persidangan, Verra, sebuah organisasi nirlaba yang menjalankan standar di pasar lingkungan dan sosial, termasuk program kredit karbon terkemuka di dunia bekerjasama dengan Sekretariat Perubahan Iklim Singapore dan Gold Standard, menyelenggarakan side event. Kegiatan ini terkait voluntary market dalam pelaksanaan Artikel 6 PA.
Dalam paparannya, mereka menyampaikan antara lain Verra, sebagai salah satu pemilik program voluntary carbon market, terus berusaha untuk mewujudkan integritas lingkungan. Sebagaimana termaktub di dalam keputusan CMA 3 dan 4 yakni bekerjasama antar swasta nasional dengan swasta luar negeri baik untuk tujuan NDC termasuk dekarbonisasi dan net zero emisi perusahaan di luar negeri maupun untuk tujuan lainnya (CORSIA, tujuan sukarela seperti labelling), memerlukan otorisasi dari host country (negara asal).
Verra juga menyatakan corresponding adjustment oleh host country, dilakukan untuk menghindari double counting dan agar catatannya dalan registry menjadi balance. Kecuali untuk tujuan labelling perusahaan di luar negeri, yang diusulkan memerlukan corresponding adjustment oleh host country.
Hasil pembahasan Artikel 6 PA akan dinegosiasikan lebih lanjut pada pertemuan SBs ke-61 dengan pertemuan COP 29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan pada bulan November 2024.
Baca Juga: Pertamina NRE Targetkan Pembangkit Listrik Energi Bersih Capai 6 Gigawatt pada 2029
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News