Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Tawaran lembaga keuangan dunia untuk ikut mendanai aktifitas trade finance di negera berkembang mendapat sambutan antusias. Banyak bankir kini masih menunggu skema kerjasama dari mereka.
Sebagian penawaran yang sedang mereka tunggu-tunggu skemanya adalah trade finance World Trade Organization (WTO) dan Bank Dunia. Mereka akan meluncurkan program pendanaan perdagangan global atau Global Trade Liquidity Program (GTLP) senilai US$ 50 miliar. Dana itu akan mereka berikan kepada para eksportir dan importir.
Rencananya, dari total plafon komitmen tersebut, sebanyak US$ 6 miliar akan mengalir ke eksportir dan importir di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Bank Dunia dan WTO telah menunjuk empat bank sebagai agen yakni Standard Chartered Bank, Citigroup, Rabobank Nederland, dan Standard Bank of South Afrika.
Senior Vice President Wholesale Product PT Bank Mandiri Tbk. Paul Tehusijarana bilang, Indonesia masih membutuhkan fasilitas trade financing. Itu akan membantu likuiditas bank untuk mendanai aktifitas bisnis trade finance. "Tapi jika bertujuan meningkatkan trade finance, bunga kredit kecil," ujarnya.
Semua bank di Indonesia juga berhak menjadi agen penyalur dana tersebut. "Cakupan dan syaratnya harus jelas agar bank bisa mengajukan diri sebagai agen," ujar Paul.
Kepala Divisi Tresuri PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Dede Suherman menambahkan, jika bunga yang ditawarkan terlalu tinggi, fasilitas ini malah akan menjadi percuma.
Direktur Tresuri dan Internasional PT BNI Tbk Bien Subiantoro mengaku tidak khawatir manuver lembaga keuangan dunia tersebut akan memukul perbankan lokal dalam bisnis ini. "Pasalnya, selama ini banyak pasar yang belum digarap oleh industri perbankan kita sendiri," lanjut Bien. Apalagi, jika mereka menawarkan bunga rendah, transaksi trade financing akan marak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News