Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyebaran virus corona dipercaya dapat menggerus pertumbuhan ekonomi dalam negeri hingga ke level 4% di tahun ini. Mengingat, mitra dagang utama Indonesia seperti China, Korea Selatan, Singapura, dan Jepang juga terdampak virus corona.
Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Eric Alexander Sugandi melihat, risiko pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melambat ke kisaran 4,7%-4,9% pada 2020.
Sebagai catatan, proyeksi tersebut terjadi jika wabah virus corona terus meluas ke berbagai negara dan tidak bisa dihentikan hingga akhir kuartal I-2010. Menurut dia, dampak corona paling berdampak ke sektor perdagangan dan keuangan.
Baca Juga: Hadapi wabah corona, Kemenkeu fokus jaga stabilitas dan keyakinan ekonomi
Dari sisi perdagangan, impor bahan baku akan menurunkan kinerja ekspor. Meski demikian, penurunan ekspor tidak diprediksi tidak sedalam impor. Catatannya, bila ekonomi China turun maka ekspor batubara dan crude palm oil (CPO) atau minyak sawit akan tergerus.
Sebab, Negeri Tirai Bambu merupakan konsumen terbesar komoditi ekspor andalan Indonesia itu, khususnya batubara.
Dari sektor keuangan, Eric menilai pasar portofolio paling terdampak yakni dalam bursa saham dan Surat Berharga Negara (SBN). Jika virus corona bisa dilokalisir oleh China, maka dampaknya relatif singkat karena lebih pengaruh terhadap persepsi saja.
Namun demikian, China bukanlah investor utama investor portofolio Indonesia. Selama ini, investor portofolio global utamanya datang dari Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Jepang, dan Singapura yang lebih berpengaruh terhadap pasar keuangan Indonesia.
“Portofolio investment oleh investor global ke emerging markets bisa turun banyak tahun ini jika wabah virus corona tidak bisa segera dihentikan. Investor akan lari ke Obligasi AS yang dianggap sebagai safe haven,” kata Eric kepada Kontan.co.id, Selasa (3/2).
Untuk itu Eric menyarankan agar pemerintah segera membuat kebijakan fiskal dan moneter yang bisa menggerakkan sektor keuangan sehingga investor asing tidak kabur dari pasar keuangan dalam negeri.
Insentif fiskal yang sudah digelontorkan pemerintah untuk industri pariwisata tidak sepenuhnya bisa meredam dampak negatif corona. Kini pemerintah diharapkan dapat menunjukkan keseriusan dalam melokalisir virus corona dan mencegah supaya tidak jadi wabah di Indonesia.
Baca Juga: Fauzi Ichsan: Masih Ada Ruang untuk Stimulus Fiskal
“Insentif-insentif ke sektor pariwisata tidak akan optimal kalau orang takut bepergian. Yang saya lihat insentif di pariwisata itu bisa tidak optimal kalau penanganan virusnya sendiri tidak bisa meyakinkan calon wisatawan,” ujar Eric.
Eric menambahkan, pemerintah dapat menyokong konsumsi rumah tangga untuk stabilitas pertumbuhan ekonomi percepatan belanja negara baik belanja pemerintah pusat maupun transfer daerah harus segera dilakukan sebelum kuartal I-2020 berakhir.
Di sisi lain, untuk menggenjot konsumsi rumah tangga masyarakat kelas menengah, Eric bilang instrumen fiskal yang tepat adalah menaikkan tarif penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
“Ini perlu, tapi tentu ada trade off ke potensi penerimaan pemerintah yang hilang. Tapi kalau untuk jaga pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi ya sebaiknya dilakukan,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News