Reporter: Merlinda Riska | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi kabulkan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pekerja jika upah pekerja tidak dibayarkan selama 3 bulan berturut-turut melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Walaupun ketika pekerja mengajukan ke PHI, pengusaha telah membayar kembali upahnya.
Hakim Konstitusi Mahfud MD menyatakan dalam putusannya, pekerja dapat menyelesaikan perselisihan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila pengusaha tak membayar gaji pekerja lebih dari 3 bulan berturut-turut. Meskipun, pada saat pengaduan, pengusaha telah membayar upahnya.
Mahfud menyatakan pasal 169 ayat 1 huruf c UU Ketenagakerjaan harus dimaknai, “Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu”
Sebelumnya, Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan, berbunyi : “Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut : (c) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih”
Sehingga, makna yang terdapat dalam aturan tersebut menjadi pekerja bisa mengajukan PHK melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) jika pengusaha telat membayar gaji secara tepat waktu meskipun saat mengajukan ke PHI, perusahaan tersebut sudah membayarnya lunas.
Pemohon Andriyani menyatakan, kasusnya ini bermula ketika dirinya tidak dibayarkan upahnya selama 18 bulan oleh perusahaan tempatnya kerja, PT. Mega Buana PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Sejak tanggal 2 Januari 1998, sebagai staff pengadaan tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri, dengan upah terakhir sebesar Rp. 2.500.000,- per bulan. Sejak bulan Juni 2009, upahnya tidak lagi dibayarkan tepat waktu yaitu setiap tanggal 1 bulan berikutnya, yaitu dibayarkan sebanyak 2-3 kali, antara tanggal 10 hingga tanggal 20 bulan berikutnya. Kejadian tersebut terus berulang setiap bulan sampai dengan bulan November 2010 atau selama 18 bulan.
Karena alasan ini, Andriyani mengadukan ke PHI. Namun, aduannya ini ditolak oleh PHI sebab karena upah dirinya yang semula dibayarkan tidak tepat waktu, kenyataannya kini telah dibayarkan tepat waktu.
“PHI menolak karena saat saya mengadukan, perusahaan telah membayar keterlambatan gaji saya. Karena ditolak oleh PHI, maka saya pun mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi. Oleh MK permohonan saya dikabulkan, jadi nanti langkah selanjutnya, saya akan kembali lagi ke PHI,” katanya.
Menurut Andriyani, bunyi pasal 169 ayat 1 huruf c sebelumnya sangat menimbulkan ketidakpastian hukum karena apabila pengusaha telah membayar kembali gajinya, padahal pengusaha telat membayar, pekerja tidak bisa mengajukan PHK ke PHI.
Oleh karenanya, Andriyani bersyukur dengan adanya dampak dari putusan MK ini. Dia berpendapat bahwa putusan MK ini telah memberikan kepastian hukum dan membuat para pekerja tidak takut untuk mengadukan ke PHI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News