kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha minta DPR kaji ulang draft RUU CSR


Senin, 19 September 2016 / 06:10 WIB
Pengusaha minta DPR kaji ulang draft RUU CSR


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pengusaha meminta DPR untuk mengkaji ulang draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Sosial. Salah satunya yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menilai, isi draft RUU tersebut berpotensi menghambat investasi.

Salah satu isu tersebut berkaitan dengan ketentuan wajib dan patokan prosentase tanggung jawab sosial yang harus diberikan perusahaan.

"Perlu dikaji lebih dalam lagi, beban usaha sudah banyak, pajak, kenaikan UMP, kalau ruu ini jadi UU, otomatis CSR akan menjadi anggaran operasional bukan sosial, ini tidak lazim," katanya Sarman Simanjorang, ketua HIPPI kepada KONTAN Minggu (18/9).

Sarman mengatakan, daripada berfikir untuk mewajibkan dan mematok besaran dana CSR, pemerintah dan DPR diminta mengkaji regulasi terbaik untuk membuat perusahaan tertarik dan sadar menjalankan program sosialnya ke masyarakat.

Salah satunya, membahas aturan peringanan pajak bagi perusahaan yang sudah jalankan CSR dengan baik. "Atau perpanjangan izin misal 10 tahun menjadi 15 tahun karena sudah jalankan itu," katanya.

DPR, melalui RUU Tanggung Jawab Sosial yang mereka sedang inisiasi berencana untuk memperluas pemberlakuan kewajiban pemberian dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Jika saat ini sesuai dengan ketentuan Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas, kewajiban soal pemberian CSR tersebut hanya terbatas pada perseroan atau perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, rencananya melalui RUU yang dibahas ini kewajiban akan dibebankan ke semua perusahaan.

Besaran yang ditentukan pun akan dipatok. Abdul Malik Haramain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR mengatakan, dari usulan yang masuk, besaran dana CSR yang harus diberikan perusahaan harusnya mencapai 2%, 2,5% atau 3% dari keuntungan.

"Kami ingin semua perusahaan swasta, BUMN wajib untuk ini," katanya kepada Kontan beberapa waktu lalu.

Malik mengatakan, RUU Tanggung Jawab Sosial diinisiasi dengan beberapa tujuan. Pertama, memperkuat kewajiban bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial mereka ke masyarakat.

DPR kata Malik menilai, pelaksanaan program CSR walau selama ini sudah ada, masih lemah. Dari sisi akuntabilitas, pelaksanaan program CSR juga dilihat oleh DPR rendah dan tidak transparan. "Ada yang rutin, ada yang tidak tapi lapor ke publik lapor melakukan, ini yang mau diperbaiki," katanya.

Tujuan kedua, membantu menyingkronkan program pengentasan dan kemiskinan pemerintah. Malik mengatakan, melalui rancangan undang- undang ini, pelaksanaan program CSR yang selama ini tidak terkoordinasi dengan baik, akan ditata. Rencana DPR tersebut membuat pengusaha kebakaran jenggot.

Mereka salah satunya yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) keberatan dengan kewajiban dan patokan persentase dana CSR yang sedang dibahas DPR tersebut.

Atas dasar itu, Agung Pambudi, Direktur Eksekutif Apindo menyatakan akan meminta kepada DPR dan pemerintah untuk merubah ketentuan wajib dan patokan dana CSR tersebut.

Menurutnya, kalau tetap dilanjutkan, kewajiban tersebut bisa berpotensi membebani perusahaan. Selain itu menurutnya, keberadaan ketentuan tersebut juga berpotensi mengganggu keberlangsungan program tanggung jawab sosial perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×