kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pengusaha kecil akan gugat aturan pajak UKM


Senin, 01 Juli 2013 / 09:07 WIB
Pengusaha kecil akan gugat aturan pajak UKM
ILUSTRASI. Jalan Tol?Jagorawi?yang dioperasikan?Jasamarga Metropolitan Tollroad.


Reporter: Fahriyadi, Wuwun Nafsiah | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu berlaku mulai hari ini, Senin (1/7). Peraturan ini mendasari pengenaan pajak kepada usaha kecil menengah (UKM) yang memiliki omzet kurang dari Rp 4,8 miliar. Namun, kalangan pengusaha kecil keberatan dengan aturan itu dan berencana mengajukan gugatan karena pengenaan pajaknya adalah 1% dari omzet.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran mengungkapkan, keberatan pengusaha bukan karena harus membayar pajak 1%. Namun, karena sistem penghitungan pajak yang mendasarkan pada omzet.

"Pengusaha lain dikenakan pajak berdasarkan penghasilan, pelaku UKM malah dibebankan pajak dari omzet. Ini jelas tidak adil," ujar Ngadiran, Minggu (30/6).

Hal ini jelas tidak adil karena besar kecilnya omzet, tidak menunjukkan penghasilan pengusaha. Selain itu, pengusaha bisa saja merugi meskipun omzet bisnisnya besar. Berbeda dengan pajak penghasilan di tingkat perusahaan besar yang dihitung berdasarkan keuntungan yang diperoleh dalam periode kerja tertentu.

Oleh karena itu, APPSI menegaskan, untuk melawan aturan itu. Bila peraturan itu tetap berjalan, diyakini banyak pengusaha kecil yang gulung tikar.

Salah satunya dengan melakukan judicial review atau uji materi atas PP tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Namun, keputusan langkah hukum ini masih menunggu hasil pembahasan dengan beberapa asosiasi pelaku UKM.

Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Sarman Simanjorang bilang, pihaknya akan meminta pemerintah untuk mencabut peraturan ini atau setidaknya menunda penerapannya jika pelaku UMKM ini sudah maju dan berdaya saing tinggi. Namun, bila usulan itu kandas, pihaknya juga akan melayangkan gugatan ke MA.

Butuh binaan

Sarman menegaskan, penolakan pajak UKM itu karena pengusaha kecil saat ini sedang dalam kondisi sulit. Pasca naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, pengusaha UKM terhimpit. Harga bahan baku melambung, biaya transportasi membengkak, dan pegawai menuntut kenaikan gaji.

Menurut Sarman, dengan berbagai himpitan itu, pengusaha kecil sedang sibuk menghitung ulang efek kebijakan BBM. Soalnya, bila harga jual produk ikut dinaikkan, nasib bisnis terganggu.

Disisi lain, pengusaha kecil juga sedang siap-siap menghadapi pasar tunggal Asia Tenggara. "Pengusaha UKM butuh binaan, bukan malah dibinasakan. Dimana hati nurani pemerintah," tandas Sarman.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Petrus Kismantoro, mempersilakan niatan pengusaha kecil untuk mengajukan gugatan aturan pajak UKM. Mengingat, setiap orang bisa saja mengajukan uji materi.

Namun, ia menolak bila aturan pajak itu berlaku diskriminasi. Sopalnya, pajak tersebut berlaku untuk semua orang dengan omset yang sudah dibatasi. "Yang jelas, aturan yang ada akan kita laksanakan. Kalau ada gugatan, kita tunggu saja hasilnya," kata Kismantoro. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×