Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Test Test
JAKARTA. Program pengendalian anggaran untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belum tentu akan menghasilkan dana surplus sebagai hasil dari efisiensi anggaran. Demikian diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S. Alisjahbana, akhir pekan lalu.
Menurutnya, program pembatasan atau kenaikan harga BBM merupakan program pemerintah untuk mencegah anggaran subsidi membengkak dari yang direncanakan. Alhasil, dengan adanya program tersebut belum tentu ada dana sisa dari alokasi subsidi BBM tersebut.
Dia mencontohkan, pada 2011 lalu, pemerintah tidak melakukan opsi pengendalian subsidi dengan pembatasan atau kenaikan harga. Hasilnya, subsidi BBM yang sudah dipatok dalam APBN jebol.
Nah, Armida bilang, dengan pengendalian ini, diharapkan realisasi subsidi BBM bisa sama dengan yang sudah dianggarkan dalam APBN 2012. "Jadi jangan keliru ya. Kalau tidak ada opsi pengendalian BBM, dana subsidi bisa lewat seperti tahun lalu. Dengan adanya opsi pengendalian BBM ini, diharapkan dana subsidi BBM dalam APBN bisa pas dan tidak jebol. Kalau ada dana sisa, itu bagus, tetapi kan belum tentu," ujarnya.
Armida menambahkan, subsidi energi memang selama ini sudah membebani anggaran terlalu besar. Hal ini karena alokasi subsidi diakui belum tepat sasaran.
Padahal, subsidi nonenergi lainnya seperti subsidi benih dan pupuk masih sangat rendah jika dibandingkan subsidi energi. Sementara, peruntukkannya sangat penting untuk masyarakat miskin.
Dalam APBN 2012, subsidi BBM ditetapkan Rp 123,59 triliun, subsidi listrik sebesar Rp 44,96 triliun. Sementara subsidi pangan hanya dipatok sebesar Rp 15,60 triliun. "Subsidi itu yang penting tepat sasaran. Memang yang nonenergi itu relatif kecil, kami memang beratnya di BBM dan listrik. Terutama BBM yang tidak tepat sasaran, kalau tepat sasaran tidak masalah, karena mamang itu fungsi subsidi kan," tambah Armida.
Armida menjelaskan, disparitas harga BBM subsidi dengan harga keekonomian terlalu besar sehingga memberatkan postur APBN. Apalagi, BBM yang disubsidi pemerintah kerap disalahgunakan untuk kepentingan industri.
Sementara pemerintah sendiri masih belum bisa melakukan pengawasan secara maksimal. Hal inilah yang membuat pemerintah mengambil keputusan untuk pengendalian BBM bersubsidi.
Saat ini opsi yang dikeluarkan pemerintah masih soal pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Namun, opsi kenaikan harga pun akan segera dibuka dalam APBN-Perubahan 2012. "Belum tentu kalau BBM naik itu ada uang surplusnya. Karena kebijakan ini hanya untuk menahan supaya total subsidi tidak lewat. Soalnya ICP kita naik terus dan lifting masih jauh sekali dari target," cetusnya.
Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan mendesak pemerintah untuk segera mempersiapkan rencana penggunaan dana penghematan subsidi energi. Menurut Fauzi, kebijakan tersebut akan sia-sia jika tidak bisa memanfaatkan dana efisiensi dari kebijakan tersebut.
Fauzi bilang, sebaiknya pemerintah segera merancang proyek pembangunan infrastruktur atau menyalurkan dana ke sektor yang lebih produktif. Dia juga menyarankan agar pemerintah tidak berlama-lama melakukan kajian program kompensasi kebijakan pengendalian subsidi energi. “Kalau ada kebijakan yang memberatkan, ya harus ada kompensasinya untuk rakyat miskin, bisa subsidi langsung atau bentuk lain,” tukasnya.
Pemerintah, kata Armida, masih menghitung perkiraan penghematan anggaran subsidi BBM tersebut. Dia berharap agar postur APBN bisa tetap terjaga dengan sehat sehingga memungkinkan terbukanya celah fiskal untuk program prioritas nasional, seperti penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.
Namun, Armida pun mengakui kalau pemerintah belum menyiapkan program kompensasi untuk masyarakat miskin yang diperkirakan akan terkena dampak dari opsi pengendalian subsidi BBM ini. "Itu nanti kami siapkan," ujarnya.
Namun, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan sudah melakukan penghitungan sendiri. Berdasarkan kajian BKF, apabila harga BBM subsidi dinaikkan Rp 1.000 per liter maka, anggaran yang bisa dihemat mencapai Rp 21 triliun.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan memaparkan, apabila pemerintah bisa menekan konsumsi sesuai kuota volume BBM bersubsidi yang telah ditetapkan sebanyak 40 juta kiloliter maka anggaran yang dapat dihemat sebesar Rp 7,8 triliun hingga Rp 8 triliun. Sedangkan apabila pemerintah bisa menghemat konsumsi hingga 37,5 juta kiloliter, maka anggaran yang dapat dihemat sebesar Rp 16 triliun.
Sementara itu Latif Adam, Ekonom LIPI menghitung, kenaikan inflasi dari pembatasan BBM bersubsidi di Jawa Bali adalah sebesar 0,77%. Pembatasan BBM subsidi ini juga akan menghemat anggaran sebesar Rp 8,1 triliun.
Sementara dengan menaikkan harga premium sebesar Rp 500 per liter, hanya akan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,19% dan menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 12,7 triliun. Sedangkan jika kenaikannya Rp 1.000 per liter, maka sumbangan inflasinya cuma 0,38% dan penghematan anggarannya bisa mencapai Rp 25,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News