kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat nilai penyaluran bansos lewat sembako memang rawan diselewengkan


Selasa, 15 Desember 2020 / 22:13 WIB
Pengamat nilai penyaluran bansos lewat sembako memang rawan diselewengkan
ILUSTRASI. Petugas melakukan pemotretan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) saat penyaluran Bantuan Sosial Tunai di Kantor Pos Banda Aceh, Aceh, Sabtu (17/10/2020).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis menuturkan, penyaluran bantuan sosial (bansos) secara konvensional atau dalam bentuk sembako rawan terhadap potensi penyelewengan.

"Nah pada saat pandemi Covid melanda, masalahnya adalah database masyarakat yang berhak menerima bansos tidak ada atau kalaupun ada pola verifikasi dan validasinya relatif tidak berjalan. Sehingga transfer via rekening pun tidak dilakukan dan kembali lagi ke cara tradisional dengan pembagian kantong sembako yang sangat rentan terhadap penyelewengan," jelas Rissalwan kepada Kontan.co.id pada Selasa (15/12).

Padahal sebelum pandemi Covid-19, mekanisme penyaluran bansos sudah menggunakan mekanisme transfer dana ke penerima manfaat secara langsung, Rissalwan memberi contoh misalnya Bansos Program Keluarga Harapan atau PKH.

Mekanisme penyaluran melalui perbankan dinilai terbukti sulit untuk celah terjadinya peluang penyimpangan atau korupsi. Hal itu lantaran mekanisme pencatatan transaksi perbankan diketahui rigid dan sulit untuk diselewengkan.

Baca Juga: Jokowi dinilai tengah menunggu waktu yang pas untuk reshuffle

Rissalwan menekankan, mekanisme konvensional tak lagi dapat digunakan dengan adanya potensi penyelewengan. Dimana penyaluran secara konvensional pastinya melalui pengadaan pihak ketiga. Alhasil Rissalwan menyebut tentunya ada 'negosiasi' dari proses tersebut.

"Pengadaannya kan pasti lewat pihak ketiga, nah "negosiasi" dengan pihak ketiga inilah yang menjadi celah lebar penyelewengan, seperti yang terjadi dengan Mensos," imbuhnya.

Adapun bagi bansos di daerah yang tidak menggunakan pihak ketiga, Rissalwan menyebut potensi penyelewengan justru semakin besar dengan skema penyaluran konvensional.

"Karena modus "potongan berjenjang" yang terjadi. Jika alokasi bansos per keluarga misalnya Rp 200.000, pada saat sudah jadi paket sembako bisa jadi nilainya sudah jauh dibawah Rp 200.000, dengan berbagai alasan teknis yang dibuat-buat," kata Rissalwan.

Selanjutnya: ​Inilah cara dan syarat mengurus pindah KK (Kartu Keluarga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×