kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.095.000   21.000   1,01%
  • USD/IDR 16.495   -3,00   -0,02%
  • IDX 7.748   48,90   0,64%
  • KOMPAS100 1.084   7,66   0,71%
  • LQ45 795   12,72   1,63%
  • ISSI 264   -0,60   -0,23%
  • IDX30 412   5,94   1,46%
  • IDXHIDIV20 479   6,52   1,38%
  • IDX80 120   1,51   1,27%
  • IDXV30 131   2,38   1,84%
  • IDXQ30 133   1,53   1,16%

Pengamat Kehutanan: Narasi Negatif LSM Asing Beresiko Ganggu Ekspor Kayu ke AS


Kamis, 11 September 2025 / 20:23 WIB
Pengamat Kehutanan: Narasi Negatif LSM Asing Beresiko Ganggu Ekspor Kayu ke AS
ILUSTRASI. Perajin menyusun kerajinan dapur berbahan kayu di Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (15/1/2024). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) menyebutkan nilai ekspor produk hasil hutan pada 2024 diperkirakan mencapai 13,71 juta dolar AS atau meningkat sekitar 6,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. ANTARA FOTO/Henry Purba/agr/nz


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Kehutanan, Petrus Gunarso menanggapai Laporan investigatif The New York Times yang menyoroti dugaan keterlibatan industri kendaraan rekreasi (RV) Amerika Serikat dalam deforestasi hutan tropis Kalimantan. 

Ia menilai pemberitaan tersebut cenderung berlebihan dan tidak sepenuhnya mencerminkan realitas industri kehutanan di Indonesia. 

Petrus khawatir hal ini akan berdampak lebih jauh terhadap kinerja ekspor kayu dari Indonesia ke Amerika Serikat. 

"Narasi rekreasi merusak hutan tropis bisa membentuk persepsi negatif di mata publik internasional, padahal yang diekspor hanyalah kayu hasil pembersihan lahan," katanya dalam keterangan resmi, Kamis (11/9/2025). 

Lebih lanjut Petrus menilai, kayu yang dikirim untuk industri kendaraan rekreasi (RV) Amerika Serikat tersebut kemungkinan besar berasal dari Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yaitu hasil tebangan saat pembukaan lahan untuk HTI. 

Baca Juga: Prabowo: Ada Pihak Asing Biayai LSM Untuk Adu Domba Kita

Untuk itu, Pertus menyayangkan laporan yang dibuat oleh The New York Times karena digambarkan tidak sesuai fakta yang ada. Padahal, menurutnya sisa kayu yang diolah ini legal untuk diekspor

“Itu sebenarnya sisa-sisa dari HTI, sampah yang laku dijual lalu diolah. Legal, karena ada IPK. Tapi digambarkan sangat bombastis, seolah-olah hutan alam ditebang habis-habisan untuk pasok Amerika. Padahal kenyataannya tidak begitu,” tegasnya. 

Sementara itu, Guru Besar IPB University, Sudarsono Sudomo, menilai berbagai aturan di sektor kehutanan kerap menambah beban biaya tanpa memberi manfaat nyata bagi pelaku usaha. 

“Setiap aturan itu hampir pasti menimbulkan cost. Kalau manfaatnya lebih besar, tentu tidak masalah. Tapi umumnya aturan justru lebih banyak biayanya daripada keuntungan yang didapat,” katanya.

Baca Juga: Industri Kayu Indonesia Butuh Regulasi Tepat dan Investasi untuk Pulih

Ia mencontohkan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang menurutnya tidak dirasakan manfaatnya oleh petani.

"Kalau ditanya sertifikat SVLK ke petani, rata-rata mereka tidak tahu di mana sertifikatnya. Tidak ada manfaat nyata bagi petani,” ujarnya.

Sudarsono menegaskan, pengusahaan hutan alam tidak serta merta menyebabkan deforestasi. 

“Hutan alam itu renewable secara biologis, tapi belum tentu secara finansial. Pengusaha juga tidak mungkin menebang semua karena biaya investasi tinggi. Asal tidak diganggu, hutan bisa pulih sendiri,” jelasnya.

Baca Juga: Ekspor Furnitur Kayu ke AS Masih Tertekan Meski Tarif Diturunkan Jadi 19%

Selanjutnya: Sertifikat TKDN iPhone 17 akan Keluar Malam Ini, Kapan Masuk Indonesia?

Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (12/9) Siaga Hujan Sangat Lebat di Provinsi Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×