kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat : Jangan sampai korupsi jadi penghambat perkembangan industri pertahanan


Selasa, 03 Desember 2019 / 22:04 WIB
Pengamat : Jangan sampai korupsi jadi penghambat perkembangan industri pertahanan
ILUSTRASI. Prajurit TNI AD dengan alutsista kendaraan lapis baja.


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengingatkan agar pemerintah tidak melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam mengembangkan industri pertahanan.

Susaningtyas mengatakan, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) harus mendorong semua BUMN strategis seperti PT Pindad dan PT PAL, untuk investasi di bidang sumber daya manusia. Ia menilai harus ada ahli las baja atau las aluminium yang level pendidikannya sampai Doktor. Apalagi ahli di bidang-bidang keahlian senjata lainnya.

Baca Juga: Ingin tumbuh, Campina (CAMP) berencana tingkatkan kapasitas tahun depan

Menurut dia, Kemenhan harus memiliki program aksi pengiriman mahasiswa S2 dan S3 bidang tersebut. Para ahli yang sudah ada di Indonesia pun harus diinventarisir dan direkrut oleh BUMN.

"Jangan sampai sudah selesai belajar dan memiliki keahlian luar biasa tapi tidak bisa bekerja karena praktek-praktek KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) di tubuh BUMN strategis," ujar wanita yang kerap disapa Nuning, Selasa (3/12).

Nuning mengatakan, kebijakan dan mekanisme pembelian Alutsista Kemenhan ke depan harus mengutamakan pembelian dalam negeri untuk produk-produk yang sudah bisa dibuat BUMN Indonesia. Kemudian, dibutuhkan jajaran direksi dan komisaris BUMN strategis yang memang paham dan memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan sistem persenjataan.

Baca Juga: Adji Andjono Purwo, Sarjana Kehutanan yang Menyimpang ke Industri Es Krim

Selain itu, Nuning mengatakan, untuk pengadaan Alutsista dari luar negeri harus mengutamakan skema G to G untuk menghemat anggaran negara. Politik anggaran di DPR dan Kementerian Keuangan mesti bisa menyesuaikan dengan skema tersebut.

"Tidak bisa pengadaan Alutsista menggunakan skema single year apalagi jika proses dimulai di akhir tahun anggaran. Politik anggaran harus merespon dinamika dan sistem keuangan internasional," ujar dia.

Lebih lanjut, Kemenhan juga harus memiliki sistem kendali yang khusus memantau semua proses tersebut. Mulai dari pengendalian SDM, pengendalian proses pengadaan 100 % dalam negeri, pengendalian proses alih teknologi dan yang lain.

Disamping itu, Nuning berharap Kemenhan dapat terus berinovasi dalam mengembangkan BUMS (Badan Usaha Milik Swasta) strategis yang selama ini sudah memproduksi Alutsista. Keberadaan BUMS harus menjadi mitra sekaligus pendukung BUMN dan tidak semata sebagai kompetitor.

Baca Juga: Ini strategi Malaysia dan Indonesia untuk hadapi kritik soal kelapa sawit

"Kemenhan perlu mengatur keahlian masing-masing BUMS agar bisa mendukung BUMN tertentu. Dengan pemetaan yang jelas, maka proses pengadaan tidak berbelit-belit dan tidak saling menjatuhkan antara BUMN dan BUMS," tutur Nuning.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×