Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tim kuasa hukum tersangka Budi Gunawan menghadirkan empat orang ahli dalam sidang praperadilan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2). Mereka adalah pakar hukum.
Keempatnya, yakni Romly Atmasasmita guru besar fakultas hukum Universitas Parahyangan Bandung, Chaerul Huda dosen fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Margarito Kamis pakar hukum tata negara Universitas Khairun Ternate dan I Gede Panca Hastawa guru besar fakultas hukum Universitas Padjajaran Bandung.
"Para saksi ahli ini akan memperkuat bukti-bukti gugatan penetapan tersangka Pak Budi Gunawan atas KPK," ujar salah satu kuasa hukum Budi, Maqdir Ismail, sebelum dimulainya persidangan.
Sidang dimulai sekitar pukul 09.20 WIB. Sidang digelar di ruangan sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Prof. Oemar Seno Adji dan dipimpin hakim tunggal Sarpin Rizaldi.
Sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan hari ini mengagendakan pembuktian pihak Budi atas dalil-dalil yang disampaikan dalam sidang pada Senin (9/2) lalu.
Hakim memberikan waktu dua hari ke pihak BG, yakni Selasa dan Rabu untuk pembuktian. Adapun, pembuktian pihak KPK baru akan digelar pada sidang Kamis (12/2) dan Jumat (13/2).
Tim pengacara Budi menganggap penetapan kliennya sebagai tersangka gratifikasi oleh KPK merupakan bentuk intervensi terhadap keputusan Presiden. KPK telah melewati wewenangnya dalam pemilihan calon kepala Polri. Akibatnya, proses pelantikan Budi sebagai kepala Polri terhambat.
Sesuai dengan Pasal 38 ayat 1 dan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tim pengacara mengatakan bahwa tugas dan wewenang KPK adalah penyelidikan dan penyidikan. Namun, dalam proses pemilihan kepala Polri, KPK menyalahgunakan tugas dan wewenangnya dengan bersikukuh ikut dalam proses tersebut.
Menurut pihak Budi, penetapan Budi sebagai tersangka ketika ia masih menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Polri tidaklah tepat. Alasannya, pada posisi jabatan tersebut, Budi bukan termasuk aparat penegak hukum sehingga penyelidikan atau penyidikan tak bisa dilakukan. Jabatan tersebut juga tak termasuk penyelenggara negara karena bukan bagian dari jabatan eselon I.
Penetapan tersangka Budi yang tanpa diawali pemanggilan dan permintaan keterangan secara resmi dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Menurut Pasal 5a UU Nomor 30 Tahun 2002, untuk menjunjung ketentuan hukum, dua proses tersebut harus dilakukan dalam penyelidikan dan penyidikan. (Fabian Januarius Kuwado)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News