CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.386.000   -14.000   -1,00%
  • USD/IDR 16.295
  • IDX 7.288   47,89   0,66%
  • KOMPAS100 1.141   4,85   0,43%
  • LQ45 920   4,23   0,46%
  • ISSI 218   1,27   0,58%
  • IDX30 460   1,81   0,40%
  • IDXHIDIV20 553   3,30   0,60%
  • IDX80 128   0,57   0,44%
  • IDXV30 130   1,52   1,18%
  • IDXQ30 155   0,78   0,50%

Penerimaan Pajak Terkontraksi Pada Januari 2024, Ini Penyebabnya


Minggu, 25 Februari 2024 / 16:51 WIB
Penerimaan Pajak Terkontraksi Pada Januari 2024, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Kemenkeu mencatat, realisasi penerimaan pajak pada Januari 2024 sebesar Rp 149,25 triliun.ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak pada Januari 2024 sebesar Rp 149,25 triliun. Angka ini setara 7,50% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Hanya saja, realisasi penerimaan pajak tersebut terkontraksi 8% year on year (YoY). Padahal, pada Januari 2023, realisasi penerimaan pajak masih tumbuh 6,4% YoY.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kinerja penerimaan pajak masih menggambarkan tren yang positif. Sebab secara bruto penerimaan pajak di awal tahun ini masih lebih tinggi ketimbang Januari 2021 dan Januari 2022.

"Penerimaan pajak kita masih cukup positif meskipun kita tahun 2021 dan 2022 pertumbuhan penerimaan pajak sangat tinggi. Jadi kita bicara tentang baseline yang tinggi," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (22/2).

Baca Juga: Pemerintah Kumpulkan Rp 71,72 Miliar dari Pajak Fintech dan Kripto pada Januari

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan penerimaan pajak Januari 2024 mengalami kontraksi.

Ariawan melihat, penerimaan pajak penghasilan badan (PPh) Badan pada Januari 2024 hanya terkumpul Rp 18,2 triliun, atau mengalami kontraksi sebesar 11,2% jika dibandingkan dengan periode yang sama. 

Padahal, pada Januari 2023, penerimaan PPh Badan tercatat mencapai Rp 20,5 triliun.

Menurut Ariawan, penerimaan PPh Badan pada periode tersebut tidak terlepas dari kondisi dunia usaha dan politik ke depan. Mengingat pada Januari 2024 masih dalam masa-masa menjelang pemilihan presiden (pilpres).

"Situasi ini menurut saya karena pengusaha masih wait and see terkait arah kebijakan pemerintah terutama yang berkaitan dengan dunia usaha ke depan," ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Minggu (25/2).

Apalagi, hasil pilpres cenderung berbeda arah kebijakan ekonomi dan politik, sehingga pengusaha akan meredesign ulang konsep bisnis dan keuangannya.

"Jadi wajar Januari 2024 ada sedikit perlambatan," katanya.

Rupanya, penerimaan PPh badan yang melemah ini juga disadari oleh Sri Mulyani. Kendati begitu, ia melihat kinerja tersebut masih dalam tren positif yang mencerminkan peningkatan kinerja keuangan perusahaan.

"Untuk PPh Badan dalam hal ini masih dalam tren lemah, tapi kita akan lihat terutama menjelang penutupan tahun anggaran PPh Badan. Namun ini ada beberapa kinerja perusahaan yang mungkin kita perlu waspadai," kata Sri Mulyani.

Ariawan menambahkan, penerimaan pajak Januari 2024 yang terkontraksi juga disebabkan oleh kondisi geopolitik yang masih terus berlangsung. Sebab, penerimaan pajak akan selalu mengikuti fluktuasi variabel ekonomi makro, terutama harga komoditas, konsumsi dalam negeri, belanja pemerintah, aktivitas impor, dan variabel lainnya.

"Kita tahu konflik geopolitik perang Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel, sengketa di Laut China Selatan antara China dan Amerika Serikat telah menimbulkan dampak terhadap perekonomian, termasuk Indonesia," imbuh Ariawan.

Baca Juga: APBN Surplus Rp 31,3 Triliun di Bulan Januari 2024

Kendati begitu, tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina ada sisi yang menguntungkan bagi Indonesia, terutama windfall profit atau keuntungan tiba-tiba dari kenaikan harga-harga komoditas akibat situasi tersebut. Namun, kebanyakan sektor usaha mendapatkan dampak yang tidak terlalu baik.

"Misal, sektor transportasi akan mengalami kontraksi karena harga energi juga akan meningkat, termasuk juga usaha sektor-sektor energinya itu sendiri. Pendapatan menurun,  otomatis pajaknya juga menurun," terangnya.

Sementara itu, Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai wajar jika penerimaan pajak pada periode tersebut mengalami kontraksi.

Hal ini dikarenakan baseline yang tinggi pada tahun lalu seiring dengan terjadinya boom komoditas (commodity boom).

"Ke depannya memang kita harapkan ini tidak hanya mengandalkan dari sisi komditas saja. Tetapi sejauh ini kinerjanya tidak terlalu buruk mengingat kita juga sudah melewati fase komoditi boom tadi," kata Riefky.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×