Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Rencana pemutihan status Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Suriah yang masuk kategori ilegal terancam gagal. Sebabnya, Departemen Luar Negeri (Deplu) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) belum mencapai titik temu.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda menyatakan bahwa Deplu tidak bisa mendukung pemutihan tersebut. "Konsepnya belum jelas meski sudah beberapa kali ada pertemuan," ujarnya, akhir pekan lalu.
Menurut siaran pers Deplu, departemen ini tidak berani memberikan pemutihan karena BNP2TKI juga mengenakan biaya tambahan kepada setiap TKI di luar paspor. "Hal ini akan membebani TKI dan tidak ada kejelasan apakah uang akan disetor ke negara," kata Direktur Perlindungan WNI Deplu, Teguh Wardoyo dalam siaran pers itu.
Teguh menjelaskan, pada 2007 Deplu sudah mengirim tim ke Suriah dan berhasil mendata 5.000 TKI. Deplu tidak memungut biaya dalam proses tersebut dan TKI hanya membayar biaya paspor.
BNP2TKI berdalih pungutan itu merupakan premi asuransi yang merupakan amanat UU Nomor 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Pasal 68 UU tersebut menyebutkan pelaksana penempatan TKI swasta wajib menginstruksikan TKI yang diberangkatkan ke luar negeri ikut dalam program asuransi. "Soal pemutihan jadi terhambat karena Deplu tidak menyetujui soal ini," ujar Deputi Perlindungan BNP2TKI, Mardjono, Minggu (1/2).
BNP2TKI mengimbau Deplu agar bersedia kembali berunding sebab pemutihan merupakan upaya melindungi dan mendukung TKI di Suriah. "Kalau ada yang perlu dibenahi oleh BNP2TKI, katakan saja," pinta Mardjono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News