Reporter: Uji Agung Santosa |
JAKARTA. Pemerintah yakin mampu menjual seluruh proyek infrastruktur melalui mekanisme kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP) dalam PPP Book. Kelengkapan administrasi, insentif dan penjaminan proyek menjadi pemanis yang diharapkan mampu menarik minat swasta.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Paskah Suzetta mengatakan proyek-proyek yang akan dikerjasamakan dengan swasta dalam PPP Book tersebut akan mempunyai daya tarik tersendiri.
"Tidak seperti dulu dimana proyek PPP kebanyakan belum siap, sehingga meragukan investor. Itu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor," kata Paskah di Jakarta, kemarin. Ia menambahkan, PPP Book ini akan dirilis minggu depan.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy S Priatna memperkirakan kebutuhan pendanaan infrastruktur dari 2010-2014 mencapai sekitar Rp 1.811 triliun. Jumlah itu didasarkan pada perkiraan kebutuhan pendanaan infrastruktur berdasarkan angka 5% dari pendapatan domestic bruto (PDB). Angka itu juga didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi dalam periode tersebut antara 5,9% sampai 7%.
"Dari total dana tersebut yang didapat dengan mekanisme PPP sebesar Rp 978 triliun. Sedangkan diperkirakan kemampuan pelaksanaan proyek PPP hanya sekitar Rp 365 triliun," kata Dedy di Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, kebutuhan investasi proyek PPP hanya dapat dicapai melalui penyempurnaaan regulasi dan kelembagaan, termasuk peningkatan kemampuan penyiapan proyek PPP, keamanan berinvestasi, dan kemudahan mengakses sumber daya yang diperlukan oleh investor.
Proyek PPP, tidak akan murni dikerjakan oleh swasta dan akan tetap mendapat dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah itu meliputi penjaminan kemungkinan kenaikan harga tanah dibanding bisnis plan yang ada. Selain itu pemerintah juga akan mengusahakan adanya pemberian pinjaman jangka panjang melalui penjaminan oleh badan tertentu.
"Sekarang yang ada pinjaman jangka pendek, misalnya 5 tahun. Di Indonesia tidak ada institusi keuangan yang bisa memberi utang jangka panjang. Ke depan sepert negara berkembang lain, penjaminan proyek tidak hanya dilakukan oleh Depertemen Keuangan tetapi oleh badan tertentu," katanya. Tiga hal yang akan dijamin pemerintah yaitu resiko politik, resiko kinerja (performance) dan resiko permintaan.
Wakil Ketua Umum Bidang Infrastruktur dan Properti Kadin Indonesia Lukman Purnomosidi menilai Indonesia kalah jauh dari Malaysia dan Thailand dalam hal percepatan pembangunan infrastruktur.
"Apindo sering teriak soal jalan akses menuju Tanjung Priok. Infrastruktur yang jelek akan membuat barang kita efisien, buruknya penataan ruang akan membuat inefisiensi," katanya. Ia berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih entrepreneurial seperti pemberian insentif yang lebih luas sehingga investor tertarik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News