kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah pusat akan intervensi pajak dan retribusi daerah mulai tahun 2021


Minggu, 20 Desember 2020 / 16:20 WIB
Pemerintah pusat akan intervensi pajak dan retribusi daerah mulai tahun 2021
ILUSTRASI. Warga membayar pajak di mobil keliling pajak Bantul di Balai Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, DI Yogyakarta, Rabu (30/9/2020).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Pemerintah pusat (pempus) mulai tahun depan akan mengintervensi mekanisme pungutan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Nantinya pempus akan menyesuaikan tarif bahkan menghapus jenis PDRD. 

Agenda tersebut sebagaimana dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang PDRD. Aturan ini merupakan karpet merah untuk proyek strategis nasional (PSN).

Harapannya, biaya infrastruktur PSN bisa semakin mini. Dus, saat proyek-proyek PSN tuntas, diperkirakan bisa memotong cost logistik, sehingga mampu mendorong perekonomian dalam negeri.    

Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Ferry Irawan menyampaikan fokus kebijakan  PDRD dirancang hanya untuk PSN, untuk tidak terlalu membebani fiskal daerah.

Baca Juga: Dorong pembiayaan rumah rendah emisi, BTN gandeng AFD Prancis

Ia menginformasikan ada lima poin penting pengaturan kebijakan PDRD yang tertuang dalam beleid turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pertama, penghapusan retribusi izin gangguan. Tujuannya untuk mendukung kemudahan berusaha. Pemerintah menilai pungutan ini sudah tidak relevan dalam pelaksanaan berusaha saat ini.

Kedua, penyesuai tarif PDRD oleh pempus yang nantinya ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) atas usulan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan sektoral yang bertanggung jawab atas PSN.

Perpres ini akan mengatur jenis pajak dan retribusi, besaran penyesuaian tarif, hingga tenggat waktu berlakunya kebijakan PDRD.

“Maka pemerintah menerbitkan perpres penyesuaian tarif, ini yang menjadi acuan (pemda) waktu memungut PDRD di daerah tersebut. Memang ada implikasi ke penerimaan daerah makanya kita batesin ke PSN saja, ada list proyeknya,” kata Ferry dalam acara bertajuk Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Peningkatan Kinerja Sektor Keuangan dan Investasi, Kamis (17/12).

Baca Juga: Jokowi resmikan operasional Pelabuhan Patimban

Ketiga, pemberian insentif fiskal oleh daerah dalam mendukung kemudahan berinvestasi. Dalam hal ini gubernur/walikota/bupati dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya.

Pemberian insentif fiskal sebelumnya ditetapkan dengan peraturan daerah (perda), namun dengan UU 11/2020 diubah pemberian fiskal diatur oleh peraturan kepala daerah.

Keempat, perbaikan mekanisme evaluasi raperda dan pengawasan perda. Evaluasi raperda dilakukan tidak hanya untuk menguji kesesuaian raperda dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tapi juga menguji kesesuaian dengan kebijakan fiskal nasional.

Dari sisi perda, jika sebelumnya hanya dievaluasi oleh Menteri Dalam Negara (Mendagri) maka melalui RPP PDRD, Menteri Keuangan (Menkeu) ikut melakukan pengawasan atas perda dan peraturan pelaksananya. Apabila perda dan peraturan pelaksananya tidak sesuai dengan RPP PDRD maka, Menkeu dan Mendagri meminta kepada Kepala Daerah untuk melakukan perubahan.

Ferry mengatakan kebijakan baru tersebut tidak dipungkiri akan menganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Terlebih, misalnya pempus meminta penyesuaian tarif atau pembebasan untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Baca Juga: Ini persiapan bank BUMN jalankan spesifikasi sektor sesuai arahan Kementerian BUMN

“Nah, untuk memitigasi dampak fiskal daerah lebih jauh, kalau ada shortfall signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena penyesuaian tarif, di RPP ada support mekanisme APBN melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau lebih spesifik Dana Insentif Daerah (DID), atau bisa juga bentuk yang lain,” ujar Ferry.

Kelima, RPP tentang PDRD pun akan mengatur sanksi untuk pemda yang melanggar ketenuan, yakni penundaan atau pemotongan DAU atau dana bagi hasil (DBH) sekitar 10%-15%.

Kata Ferry, RPP PDRD saat ini sudah siap, tingga menggu prosis harmonisasi paling lama pekan depan. Kemudian, dibawa ke Presiden RI Joko Wododo untuk meminta persetujuan akan bisa segera di implementasikan di awal 2021.

Selanjutnya: Ini persiapan bank BUMN jalankan spesifikasi sektor sesuai arahan Kementerian BUMN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×