Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR sudah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi UU pada Kamis lalu (7/10). Salah satu perubahan dalam beleid tersebut adalah soal pengurangan sanksi dengan tidak memberlakukan pidana penjara bagi pelanggar pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, peraturan ini menggambarkan pemihakan yang sangat nyata. Terdapat juga penurunan sanksi pada saat pemeriksaan dan sanksi dalam upaya hukum yang juga disampaikan dalam UU Cipta Kerja.
“Dalam peraturan ini memang akan memberikan gambaran mengenai sanksi yang relatif lebih rendah, tapi tetap memberikan pencegahan terhadap berbagai upaya untuk penghindaran pajak,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Minggu (10/10).
Selain itu, Sri Mulyani juga mengatakan, dalam UU HPP ini berusaha memberi kepastian hukum dan keadilan bagi pengemplang pajak yang kasusnya masuk sampai tahap persidangan. Ia menyebut wajib pajak diberi kesempatan untuk mengembalikan kerugian negara dengan cara membayar pokok pajak dan sanksi, sehingga tidak perlu dituntut pidana penjara.
Baca Juga: KTP jadi NPWP, apakah semua orang wajib bayar pajak? Ini kata Menkeu Sri Mulyani
Ada beberapa ketentuan sanksi dalam UU HPP. Pertama, sanksi pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yakni, PPh kurang dibayar akan dikenakan bunga per bulan sesuai dengan bunga yang berlaku di pasar sehingga tidak menjadi denda yang sangat tinggi, atau bunga per bulan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor atau denda tambahan 20% dengan maksimal 24 bulan. Sementara pada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dikenakan sanksi 50%.
Untuk PPh kurang dipotong dikenakan bunga per bulan sesuai dengan bunga yang berlaku di pasar sehingga tidak menjadi denda yang sangat tinggi, atau bunga per bulan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor atau denda tambahan 20% dengan maksimal 24 bulan. Sementara pada UU KUP dikenakan sanksi 100%.
Untuk PPh dipotong tetapi tidak disetor, sebelumnya dalam UU KUP dikenakan denda 100% dan dalam UU HPPdikenakan 75%. Sementara untuk PPN dan PPnBM kurang bayar juga sebelumnya dalam UU KUP dikenakan denda 100% dan dalam UU HPP diturunkan 75%.
Kedua, sanksi setelah upaya hukum namun keputusan keberatan atau pengadilan mengusulkan ketetapan Direktorat Jendral Pajak (DJP), yakni yang keberatan atau jika DJP menang dipengadilan maka yang bersangkutan atau yang berperkara akan dikenakan denda 30% dibandingkan 50% dalam UU KUP.
Selanjutnya, jika yang berperkara mengajukan banding dan DJP tetap menang maka akan dikenakan denda 30%. Lalu, jika yang bersangkutan mengajukan kembali banding maka akan dikenakan sanksi denda lebih tinggi yaitu 60%, setelah sebelumnya dalam UU KUP dikenakan 100%.
“Ini adalah sanksi yang memang lebih rendah tetapi tetap memberikan diferensiasi atau pencegahan atau upaya dalam menghindari pajak,” kata Sri Mulyani.
Selanjutnya: Tarif PPN naik jadi 11%, pemerintah sebut masih lebih rendah dibanding negara lain
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News