Reporter: Yohan Rubiyantoro | Editor: Test Test
JAKARTA. Pemerintah tengah mempertimbangkan menyesuaikan nilai proyek, atau eskalasi, pembangunan 10 ribu Megawatt. Pasalnya, harga sejumlah material dalam proyek pembangunan pembangkit itu telah mengalami kenaikan. Dirut PLN Fahmi Mochtar menjelaskan hal tersebut seusai mengikuti rapat percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu Megawatt Tahap I dan II di Istana Wapres, Kamis (5/9). Ikut hadir dalam rapat itu Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Menneg BUMN Sofyan Djalil, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri PU Djoko Kirmanto dan Kepala BPKP Didi Widayadi.
Harga bahan material, khususnya baja, sudah mengalami kenaikan. Kata Fahmi, permintaan eskalasi ini juga tengah diajukan oleh sebagian besar kontraktor lokal. "Bukan dalam rangka yang 10 ribu Megawatt saja, tapi juga IPP, dan itu umumnya kontraktor dalam negeri," kata Fahmi
Berapa besaran eskalasi yang akan disetujui pemerintah, Fahmi belum bisa menjawab secara persis. "Kita tidak bicara sekian persen, tapi kita akan melihat kondisi rill yang harus kita akomodir," katanya. Yang jelas, untuk menyesuaikan nilai proyek tersebut, sumber dananya akan diambil dari perbankan nasional.
Fahmi memaparkan, untuk Proyek listrik 10 ribu MW Tahap I, sebanyak 10 titik berada di Jawa Bali dengan total daya mendekati 7 ribu MW, sisanya tersebar di 25 titik di luar Jawa. Dari jumlah itu, pemerintah sudah menandatangani 9 kontrak untuk Jawa Bali dan 22 kontrak untuk luar Jawa Bali.
Menurut Yogo Pratomo proyek 10 ribu MW tahap I berjalan sesuai jadwal. Ketua tim percepatan listrik 10 ribu MW ini berharap pada tahun 2009 akan selesai sekitar 20 persen atau sekitar 2 ribu MW dan sisanya 8 ribu MW pada tahun 2010. Untuk urusan pendanaan juga sudah sesuai rencana. Menurut Yogo, dari kebutuhan valas sebesar 4,5 miliar dolar, sebesar 1,5 miliar dolar sudah ada kontraknya. Sementara 2 miliar dolar masih dalam tahap negosiasi dengan perbankan internasional, dan sisanya sekitar 1,5 miliar dolar baru akan diadakan negosiasi lanjutan. Sedangkan untuk pendanaan rupiah, dari total Rp 17,5 triliun sudah tersedia Rp 13 triliun. "Kalau dana rupiah ini akan lebih mudah diperoleh dari bank-bank dalam negeri," tutur Yogo.