Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 mencapai Rp 1.028,5 triliun atau 6,27% dari produk domestik bruto (PDB).
Defisit ini meningkat 1,20% dari proyeksi yang ditetapkan sebelumnya di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 sebesar 5,07% dari PDB.
Terkait dengan hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mengingatkan pemerintah untuk tetap menjaga kredibilitas APBN.
Baca Juga: Meski defisit bertambah, Sri Mulyani masih berharap ekonomi tumbuh 2,3%
“Pelebaran defisit tentu berakibat semakin besarnya risiko pengelolaan fiskal, seiring penambahan pembiayaan utang serta beban pembayaran bunga utang. Apalagi, hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan pembayaran, karena menurunnya kinerja penerimaan negara akibat tekanan ekonomi,” ujar Puteri di dalam keterangan tertulis, Selasa (19/5).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga menyatakan outlook pendapatan negara hanya akan mencapai Rp 1.691,6 triliun, atau lebih rendah Rp 69,3 triliun dari target Perpres 54/2020 yang sebesar Rp 1.760,9 triliun.
Sementara itu, alokasi belanja negara mengalami peningkatan menjadi Rp 2.720,1 triliun, atau bertambah Rp 106,3 triliun. Peningkatan tersebut di antaranya seiring dengan penambahan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp 641,17 triliun.
Oleh karena itu, Puteri menyoroti fleksibilitas pelebaran defisit anggaran untuk kembali di bawah 3% dari PDB secara bertahap sebagaimana direncanakan pemerintah dalam Perppu 1/2020.
“Perppu No. 1 Tahun 2020 memang menjadi payung hukum yang menyebutkan bahwa defisit akan kembali ke batas normal 3% dari PDB pada tahun 2023. Namun, pelebaran defisit ini tetap perlu diantisipasi agar tidak terus melebar pada masa yang akan datang," paparnya.