kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah pangkas tarif sanksi administrasi pajak, ini kata pengamat


Selasa, 12 Oktober 2021 / 18:29 WIB
Pemerintah pangkas tarif sanksi administrasi pajak, ini kata pengamat
ILUSTRASI. pajak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah memangkas sanksi administrasi pajak dalam konteks upaya hukum yang memutuskan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam beleid tersebut mengatur tiga jenis penurunan sanksi setelah upaya hukum

Pertama, sanksi administratif berupa denda sebesar 30% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Sebelumnya dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tarif yang di bandrol sebesar 50%.

Kedua, sanksi administratif berupa denda sebesar 60% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Adapun dalam UU KUP tarifnya sebesar 100%.

Ketiga, sanksi administrasi sebesar 60% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan peninjauan kembali dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Sebelumnya, tarif yang berlaku yakni 100%.

Baca Juga: Pemerintah merancang cetak biru ekonomi digital

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai dalam konteks penurunan sanksi dalam UU HPP merupakan sesuatu yang positif. Hal ini menandakan bahwa pemerintah lebih menitikberatkan pada sanksi yang bersifat efek jera, bukan berorientasi pada penerimaan pajak.

Bawono menilai reformasi di bidang hukum tersebut juga lebih proporsional, selaras dengan ruh pengaturan sanksi dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu lebih mendukung langkah wajib pajak untuk mendapatkan keadilan serta kepastian hukum di tingkat keberatan dan banding.

“Pada akhirnya, secara umum sistem pajak yang lebih adil dan berkepastian serta sanksi yang lebih proporsional akan turut mendorong kepatuhan wajib pajak,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Selasa (12/10).

Dia menekankan pada dasarnya, negara berhak menetapkan hukuman sanksi dan denda administrasi yang ditujukan bagi WP yang lalai atau tidak menjalankan kewajiban perpajakannya dengan benar.

Namun, sanksi bertujuan untuk memberikan efek jera, bukan untuk menambah pendapatan negara. “Sanksi untuk efek jera merujuk asas proporsionalitas yaitu harus proporsional antara sanksi dengan tingkat kesalahan yang dilakukannya,” pungkas dia. 

Selanjutnya: Satgas Waspada Investasi kembali temukan 151 fintech dan 4 entitas ilegal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×