Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Dua tahun berturut-turut sudah pemerintah menarik utang di akhir tahun untuk memenuhi kebutuhan di awal tahun berikutnya atawa prefunding. Pemerintah tampaknya tak akan melanjutkan kebijakan ini meski kembali diatur dalam Undang-Undang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggran 2017.
Direktur Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Robert Pakpahan mengatakan, prefunding dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, kas pemerintah. Kedua, besaran kebutuhan belanja di dua pekan pertama di awal tahun berikutnya.
Ketiga, kondisi pasar keuangan. Apalagi prefunding biasanya dilakukan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) atau obligasi global.
Ia melanjutkan, dilihat dari faktor pertama, posisi kas pemerintah dirasa mencukupi untuk menutup kebutuhan di awal tahun depan. Ia menyebut, Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah saat ini melebihi Rp 70 triliun. Berbeda dengan tahun lalu yang hanya sekitar Rp 50 triliun.
"SAL sudah di atas Rp 70 triliun, mungkin itu bisa dipakai sebagai buffer. Cukuplah untuk belanjai dua minggu (di awal tahun 2018). Tanggal 15 (Januari 2018) kan penerimaan pajak sudah masuk," kata Robert kepada KONTAN di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/9) kemarin.
Sementara itu, dilihat dari faktor kebutuhan di awal tahun depan, Robert belum mau menyebut jumlahnya. Sebab, RAPBN 2018 masih dibahas. Adapun kebutuhan awal tahun depan yang dimaksud, meliputi pembayaran gaji PNS dan kebutuhan transfer ke daerah.
Dilihat dari faktor kondisi pasar keuangan, Robert mengatakan bahwa pemerintah masih akan melihat probabilitas kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) di akhir tahun dan di tahun depan. Di sisi lain, ia mengaku kenaikan peringkat surat utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) dari Standard and Poor's (S&P) menyebabkan kecenderungan imbal hasil menurun.
Melihat kondisi itu, "Kemungkinan melakukan prefunding enggak sekuat tahun sebelumnya," tandas dia.
Di tahun 2015 dan 2016, pemerintah melakukan prefunding melalui penerbitan obligasi global masing-masing sebesar US$ 3,5 miliar di bulan Desember. Meski diterbitkan di akhir tahun, penerbitan itu tetap diperhitungkan sebagai strategi pembiayaan untuk semester pertama tahun berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News