Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah ngebut mencetak utang tahun ini. Sampai 5 Februari 2014, pemerintah telah mencetak utang baru Rp 105,46 triliun atau 28,48% dari target pembiayaan 2014. Nilai utang ini terbilang tinggi ketimbang tahun sebelumnya. Maklum tahun ini ada risiko tapering off dan pemilu.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan (Kemkeu), Robert Pakpahan mengatakan, dari realisasi pembiayaan APBN 2014 sebesar Rp 105,46 triliun sampai 5 Februari 2014, sebanyak Rp 100,87 triliun berasal dari Surat Utang Negara (SUN), termasuk di dalamnya dalam bentuk valuta asing (valas) US$ 4 miliar.
Sementara untuk penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 4,6 triliun. Robert mengakui jumlah penerbitan di awal tahun ini lebih tinggi karena masih tingginya ketidakpastian ekonomi global.
Penuh ketidakpastian
Pemerintah sepertinya tidak ingin dampak kebijakan pengurangan stimulus ekonomi yang dilakukan The Federal Reserve (The Fed) mengganggu penerbitan surat utang. Sebab keputusan Bank Sentral Amerika Serikat tersebut diperkirakan akan membuat tingkat imbal hasil atau yield obligasi Pemerintah AS atau US treasury naik. Dampaknya investor asing cabut dari Indonesia dan mengalihkan duit mereka ke surat utang terbitan negeri Uwak Sam itu.
Kementerian Keuangan khawatir hal ini membuat target indikatif penerbitan utang dalam negeri sulit tercapai. Atau paling tidak, akan mengerek imbal hasil obligasi di dalam negeri. Walhasil, otomatis beban biaya utang Indonesia akan terdongkrak.
Sampai semester I 2014, pemerintah menargetkan penerbitan utang baru sebesar 60% dari kebutuhan total 2014 sebesar Rp 359,84 triliun. "Kondisi global maupun domestik penuh ketidakpastian, makanya kita kejar di awal tahun ini,” ujar Robert kepada KONTAN, Minggu (9/2). Untuk mendapatkan kebutuhan pembiayaan sebesar
Rp 359,84 triliun tadi, pemerintah akan melakukan lelang SUN sebanyak 23 kali. Sementara untuk lelang SBSN sebanyak 20 kali dalam tahun ini. Salah satu hal yang membuat pemerintah mengejar penerbitan surat utang adalah kekhawatiran pelaksanaan Pemilu 2014. "Hampir di setiap tahun politik penuh kekhawatiran," kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) yang juga ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih melihat pemilu menimbulkan ketidakpastian karena karena investor menunggu. "Langkah pemerintah melakukan front loading atau mendorong pembiayaan di awal tahun sangat tepat karena kondisi rupiah lebih stabil," katanya.
Apalagi imbal hasil surat utang naik hingga 9% dalam beberapa hari terakhir. Jika pemerintah menunggu terlalu lama akan lebih parah lagi karena bisa mendapat tekanan tambahan dari melemahnya mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News