kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah Masih Kaji Kelanjutan Insentif ke Dunia Usaha, Ini Saran Ekonom


Rabu, 12 Januari 2022 / 12:54 WIB
Pemerintah Masih Kaji Kelanjutan Insentif ke Dunia Usaha, Ini Saran Ekonom
ILUSTRASI. Wisatawan menikmati pemandangan matahari terbenam (sunset) di kawasan wisata Pantai Double Six di Seminyak, Badung, Bali, Sabtu (25/12/2021). Pemerintah Masih Kaji Kelanjutan Insentif ke Dunia Usaha, Ini Saran Ekonom.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah masih mematangkan kajian mengenai perpanjangan insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2022.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengungkapkan, insentif pajak yang bisa diterapkan lagi di 2022 diantaranya, pertama, untuk Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25.

Ia mengungkapkan, insentif PPh pasal 25 ini di 2021 banyak peminatnya dan pengguna dari insentif ini lebih besar dari target yang diperkirakan sebelumnya.

“Seperti yang kita tahu dalam jenis insentif ini diberikan karena memperhatikan kondisi perekonomian khususnya dengan masih rendahnya tingkat produksi dan penjualan dunia usaha. Artinya dengan potensi proses pemulihan yang berbeda antar satu sektor dengan sektor yang lain,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu (12/1).

Baca Juga: Menata Kembali Pengelolaan Batubara

Untuk itu, Yusuf mengatakan, insentif PPh pasal 25 ini bisa berikan lagi bagi dunia usaha atau industri yang tingkat produksi dan penjualannya masih rendah di 2022.

Kedua, terdapat juga insentif pajak pembebasan PPh impor yang bisa diberikan kembali oleh pemerintah. Alasanya, insentif dari pos ini di 2021 juga melebih dari pagu anggaran yang disediakan. Selain itu dengan diterapkannya kembali diharapkan dapat mendorong ekspor di 2023, terutama untuk industri.

Menurut Yusuf, insentif PPh impor ini relatif masih diperlukan, karena pengusaha akan mendapatkan biaya yang lebih murah ketika melakukan impor untuk bahan baku mereka.

Ketiga, yaitu insentif pajak PPh 21. Menurut Yusuf, jenis pajak ini umumnya diberikan kepada karyawan atau pegawai swasta dan negeri, sehingga dengan pemberian insentif ini diharapkan kelompok pegawai/karyawan mendapatkan pengembalian pajak untuk pajak mereka yang tidak dibayarkan atau dibayarkan dengan biaya yang sudah dikurangi dari insentif paja PPh 21 ini.

Baca Juga: Kemenkeu Masih Terus Mengkaji Insentif Perpajakan di 2022

Lebih lanjut, Yusuf menghimbau agar pemerintah bisa memastikan sektor mana saja yang masih boleh menerima insentif pajak dan mana yang sudah tidak masuk dalam kategori penerima insentif pajak.

“Hal ini dilakukan untuk melakukan evaluasi dari program pemberian insentif di tahun lalu dan analisa perkembangan kondisi makroekonomi yang terjadi perlu dilakukan otoritas terkait untuk kelanjutan insentif pajak di tahun ini,” imbuhnya.

Senada, Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, terdapat beberapa insentif pajak yang masih pengusaha butuhkan, utamanya untuk sektor usaha yang pertumbuhannya relatif lambat dibandingkan rata-rata sektoral atau lapangan usaha lainnya.

Dia mencontohkan seperti pada sektor transportasi, sektor pariwisata termasuk di dalamnya perhotelan, jasa pemandu wisata, tavel agent, sektor restoran makanan dan minuman, bisa diberikan insentif seperti PPh 21.

Lalu, untuk Innsentif perpajakan di bidang kesehatan yang masih dibutuhkan baik pembebasan bea masuk untuk produk alat kesehatan yang diimpor termasuk untuk penanganan pandemi dan pembebasan segala pungutan yang berkaitan dengan vaksinasi, seperti jarum suntik dan vaksinnya.

Akan tetapi, untuk insentif kepada Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Bhima menyarankan agar insentif ini tidak 100% ditanggung pemerintah di 2022. Menurutnya pemerintah bisa memilah dan memprioritaskan bagian tertentu.

Baca Juga: Mengoptimalkan Setoran PNBP 2022

“Contohnya apabila kendaraan bermotornya dijual di daerah yang pemulihan ekonominya lambat maka akan mendapat insentif PPnBM yang lebih besar, kemudian untuk mobil listrik yang harusnya PPnBM-nya 0% dilanjutkan dan diberikan kemudahan insentif pajak di pusat atau di daerah. Pemerintah arus fokus jadi tidak bisa semuanya PPNBM 0% diterapkan kepada semua jenis kendaraan yang sama seperti di 2021,” kata Bhima.

Selain itu, Bhima juga mengatakan, untuk PPN DTP di sektor properti sebaiknya lebih selektif lagi diberikan pemerintah di 2022 ini. Misalnya sektor properti yang mendapatkan dukungan adalah sektor properti yang harganya di bawah Rp 500 juta.

Kemudian, pemberian insentif PPN DTP di sektor properti ini juga bisa diberikan berdasarkan lokasi. Contohnya diberikan kepada daerah yang sektor huniannya masih lambat, misalnya seperti di daerah Semarang atau Surabaya.

“Tetapi untuk daerah yang penjualan propertinya sudah bagus itu tidak perlu lagi diberikan insentif PPN properti. Nah dengan memilah-milah ini nantinya saat evaluasi akan lebih mudah,” pungkas Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×