Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya melakukan transisi ke energi baru terbarukan (EBT) untuk mengurangi dampak perubahan iklim atau pemanasan global. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah terus berkomitmen untuk menyediakan barang milik negara (BMN) dibidang EBT.
Pasalnya, salah satu langkah atau upaya dalam melakukan transisi energi adalah dengan penyediaan BMN dan pembangunan infrastruktur EBT.
"Kami semua berkomitmen untuk mengatasi pemanasan global, dan ketergantungan Indonesia pada non reneweble energy utamanya batubara," ujar Direktur Barang Milik Negara (BMN) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Encep Sudarwan dalam bincang DJKN, Jumat (22/7).
Ia mengatakan, dalam menjalani Presidensi G20, Indonesia menargetkan hasil yang konkret terutama dalam bidang green finance. Adapun Indonesia akan menjadi menjadi contoh dan telah membuat Energy Transition Mechanism (ETM).
"Kementerian Keuangan, dengan berbagai kebijakan yang ada ikut mendukung. Tentunya kami dari pengelolaan BMN-nya yaitu dalam program penyediaan BMN EBT," ucap Encep.
Baca Juga: Investor Minati EBT, Investasi ke Hulu Migas Berkurang
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pengelolaan BMN Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumartono mengatakan, yang menjadi latar belakang pembangunan infrastruktur EBT ini adalah untuk mendorong pemanfaatan EBT agar mencapai target bauran EBT 23% pada tahun 2025.
"Tahun 2021 itu baru sampai 11%, sehingga kita masih ngejar, jauh sekali ya, mudah-mudahan bisa terkejar," kata Sumartono.
Selain itu, pembangunan infrastruktur EBT ini juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum tersambung dengan jaringan tenaga listrik di kawasan perbatasan tertinggal, daerah terisolir, dan pulau-pulau terluar.
Adapun jenis program pembangunan infrastruktur EBT berbasis surya yang telah dilakukan adalah lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terpusat, PLTS atap, dan penerangan jalan umum (PJU). Sementara pembangunan infrastruktur berbasis bioenergi adalah PLT Palm Oil Mill Effluent (POME), Biogas Komunal, serta Pembangkit Listrik Tenaga Multi Hydro (PLTMH).
Secara rinci, Sumartono menjelaskan, penerima manfaat dari BMN infrastruktur tersebut dalam kurun waktu enam tahun, yaitu dari tahun 2016 hingga 2021. Untuk LTSHE selama periode 2016 hingga 2021 terdapat 364.315 unit senilai Rp 1,14 triliun dengan penerima manfaat 364.315 rumah tangga.
Kemudian untuk PLTS terpusat ada 143 unit senilai Rp 695,92 miliar dengan penerima manfaat 21 pemerintah provinsi dan 31 pemerintah kabupaten/kota. Sementara untuk PLTS atap ada 228 unit senilai Rp 197,5 miliar dengan penerima manfaat 33 pemerintah provinsi, 25 pemerintah kabupaten/kota, 18 pondok pesantren, enam satuan kerja ESDM, dan delapan kementerian/lembaga (k/l).
Lebih lanjut, untuk PJU sebanyak 55.374 unit senilai Rp 830,55 miliar dengan penerima manfaat 33 pemerintah provinsi dan 217 pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan untuk PLT Ome sebanyak 4 unit senilai Rp 186,33 miliar dengan penerima manfaat empat pemerintah kabupaten/kota.
Kemudian penerima manfaat dari BMN infrastruktur lainnya adakah Biogas Komunal sebanyak Rp 13,09 miliar dengan penerima manfaat delapan pemerintah kabupaten/kota dan enam pondok pesantren. Dan terakhir PLTMH yang sebanyak 21 unit senilai Rp 177,10 miliar dengan penerima manfaat 12 pemerintah kabupaten/kota.
"Setelah BMN diserahterimakan oleh KESDM kepada penerima, maka tanggung jawab pengelolaan aset selanjutnya dilaksanakan oleh pihak penerima," tutur Sumartono.
Baca Juga: RUU EBT Masih Dibahas DPR, Tunggu DIM dari Pemerintah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News