kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.546.000   5.000   0,32%
  • USD/IDR 16.244   -44,00   -0,27%
  • IDX 7.090   9,28   0,13%
  • KOMPAS100 1.052   4,22   0,40%
  • LQ45 824   2,08   0,25%
  • ISSI 212   0,89   0,42%
  • IDX30 423   1,15   0,27%
  • IDXHIDIV20 506   1,65   0,33%
  • IDX80 120   0,36   0,30%
  • IDXV30 124   0,48   0,39%
  • IDXQ30 140   0,35   0,25%

Pemerintah Kantongi Rp 26,2 Triliun dalam Lelang SUN Perdana 2025


Rabu, 08 Januari 2025 / 18:00 WIB
Pemerintah Kantongi Rp 26,2 Triliun dalam Lelang SUN Perdana 2025
ILUSTRASI. Seorang karyawan mengamati harga Surat Utang Negara (SUN) di BNI Treasury, Jakarta, Rabu (30/10/2024). Kemenkeu berhasil mengantongi Rp 26,2 triliun dari lelang perdana Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa, 7 Januari 2025.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhasil mengantongi Rp 26,2 triliun dari lelang perdana Surat Utang Negara (SUN) pada  Selasa, 7 Januari 2025.

Adapun, total penawaran yang masuk mencapai Rp 31,65 triliun dari delapan seri SUN, seperti SPN03250409 (new issuance), SPN12260108 (new issuance), FR0104 (reopening), FR0103 (reopening), FR0106 (new issuance), FR0107 (new issuance), FR0102 (reopening) dan FR0105 (reopening) melalui sistem lelang Bank Indonesia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Suminto menjelaskan bahwa meskipun target indikatif lelang ini sebesar Rp 28 triliun, pemerintah memilih untuk hanya memenangkan Rp 26,2 triliun demi menjaga cost of fund yang optimal. 

Baca Juga: Penawaran Masuk pada Lelang SUN Perdana 2025 Tembus Rp 31,65 Triliun, Selasa (7/1)

Suminto menegaskan bahwa posisi kas pemerintah saat ini masih cukup besar sehingga tidak ada kebutuhan mendesak untuk menyerap lebih banyak penawaran.

"Meskipun target indikatif Rp 28 triliun, dimenangkan Rp 26,2 triliun saja dengan pertimbangan untuk mendapat cost of fund yang optimal. Posisi kas pemerintah sendiri masih cukup besar," ujar Suminto kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).

Ia menyebut bahwa pasar SBN tetap menunjukkan daya tariknya bagi investor asing. Pasalnya, capital inflow ke pasar SBN masih berlanjut.

Suminto menyebut, hingga 6 Januari 2025, tercatat inflow sebesar Rp 2,62 triliun (mtd/ytd).

Baca Juga: Awas! Imbal Hasil Surat Utang Berpotensi Meningkat di 2025

Pada lelang SUN 7 Januari 2025, partisipasi asing cukup baik dengan penawaran masuk sebesar Rp 3,92 triliun (12,38%) dengan nominal yang dimenangkan mencapai Rp 2,67 triliun (10,18%).

Sementara itu, Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menjelaskan beberapa penyebab utama rendahnya incoming bids dibandingkan target indikatif pemerintah sebesar Rp 28 triliun.

Pertama, meskipun ada potensi penurunan suku bunga The Fed, volatilitas di pasar global dan meningkatnya daya tarik obligasi negara maju dengan yield lebih tinggi membuat investor asing lebih selektif dalam memilih pasar berkembang, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Tak Hanya Kepada BI, Pemerintah Akan Tawarkan Deb Switch Secara Berkala di 2025

Kedua, Josua menyebut bahwa pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang cukup dinamis menambah risiko investasi bagi investor asing, yang cenderung menghindari eksposur ke obligasi berdenominasi Rupiah.

Ketiga, Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menawarkan likuiditas yang lebih baik dan tingkat pengembalian yang kompetitif, sehingga membuat investor domestik lebih tertarik pada instrumen tersebut ketimbang SUN.

"Selain itu, pasar saham yang menawarkan potensi return lebih tinggi mungkin menjadi alternatif bagi investor institusi," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).

Keempat, penurunan likuiditas di pasar domestik, termasuk dari perbankan dan dana pensiun, dapat mengurangi minat terhadap obligasi negara. 

Menurutnya, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kebutuhan dana untuk portofolio lain atau instrumen jangka pendek.

Baca Juga: Pemerintah akan Lelang 8 Seri SUN pada Selasa (10/12) Target Indikatif Rp 33 Triliun

Josua menambahkan bahwa meski ada indikasi penurunan partisipasi asing, belum ada bukti kuat bahwa investor asing sepenuhnya meninggalkan pasar obligasi Indonesia.

Namun, yield SUN yang kurang kompetitif dibandingkan dengan obligasi negara maju dapat menjadi salah satu alasan berkurangnya minat asing. Selain itu, risiko geopolitik global dan tantangan domestik, seperti manajemen fiskal, juga dapat memengaruhi sentimen investor.

"Investor asing mungkin mengurangi eksposur mereka di Indonesia untuk memperbesar alokasi di pasar yang lebih stabil atau menawarkan potensi pengembalian yang lebih tinggi," katanya.

Untuk mengatasi rendahnya incoming bids, Josua menyarankan pemerintah untuk perlu meningkatkan kepercayaan pasar dengan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan fiskal dan konsistensi kebijakan. 

Baca Juga: Risiko Investasi di Indonesia Meningkat, Begini Efeknya ke Pasar Surat Utang

Selain itu, pemerintah juga dapat menawarkan yield yang lebih kompetitif untuk menarik minat investor asing dan domestik. 

Lebih lanjut, pemerintah dan Bank Indonesia perlu mendorong stabilitas nilai tukar dan memastikan likuiditas mencukupi di pasar domestik.

"Jadi secara keseluruhan, rendahnya incoming bids merupakan hasil kombinasi dari faktor global dan domestik. Keberhasilan pemerintah dalam menarik minat investor akan sangat bergantung pada kebijakan fiskal yang kredibel dan stabilitas makroekonomi," pungkas Josua.

Selanjutnya: Soal Roadmap 3 Juta Rumah, Fahri Hamzah: Tunggu Undangan DPR

Menarik Dibaca: Kehancuran Pasar Saham Terbesar Datang, Robert Kiyosaki Borong 4 Aset Riil Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×