Reporter: Anna Suci Perwitasari, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Anna Suci Perwitasari
JAKARTA. Pemerintah lebih banyak memberikan janji untuk membuat kebijakan peredam gejolak ketimbang membuat kebijakan nyata. Misalnya belum semua janji paket kebijakan di bulan Agustus 2013 lalu diselesaikan, kini sudah menjanjikan keluarnya kebijakan baru pada Oktober 2013 ini.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Bambang P.S. Brodjonegoro menargetkan kebijakan baru keluar pada bulan Oktober ini. Fokus kebijakan kali ini lebih nyata yakni untuk mengurangi tekanan defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan. "Jadi ada kebijakan agar ekspor lebih besar sedangkan impor akan lebih kami kendalikan," jelasnya, Senin (30/9).
Bambang menyebut, pengendalian impor terutama untuk barang-barang yang sifatnya konsumtif atau bukan merupakan faktor produksi alias input bagi produksi lain. Dengan begitu pengendalian ini tetap bisa menjaga iklim investasi dan sektor manufaktur di Indonesia. "Sehingga impor bisa dikendalikan termasuk impor migas," tambah Bambang.
Sayangnya, Bambang masih enggan memerinci aturan baru sedang disiapkan oleh pemerintah ini. Ia juga enggan menjawab ketika ditanya apakah aturan ini merupakan pengenaan pajak terhadap penjualan barang mewah (PPnBM) produk ponsel pintar (Smartphone). Sekadar catatan selama ini pemerintah telah mewacanakan aturan ini karena menganggap ponsel pintar sebagai produk impor barang konsumtif terbesar di sektor non migas. "Nanti dilihat. Pokoknya mengurangi barang konsumtif," tegasnya.
Bambang juga menyanggah jika keluarnya paket kebijakan baru ini lantaran karena paket kebijakan yang dijanjikan pada Agustus 2013 tidak berjalan mulus. Ia mengklaim empat paket kebijakan sebelumnya merupakan respon awal pemerintah terhadap rencana tapering off atau penghentian stimulus quantitative easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat.
Pemerintah menegaskan, ke depan tetap akan fokus meneruskan kebijakan reformasi struktural mulai mengatasi permasalah defisit neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan yang sudah berlangsung sejak triwulan II 2011 silam. Pemerintah menegaskan, paket kebijakan kali ini dikeluarkan bersifat jangka panjang dan menengah, sehingga manfaatnya tak terasa dalam jangka pendek.
Menanggapi ini, Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, makin banyaknya paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, malah berdampak negatif. Ia khawatir justru memperpanjang birokrasi dan membuat defisit transaksi berjalan makin membengkak.
Ia menyarankan sebaiknya kebijakan berbentuk insentif bagi eksportir atau barang-barang yang bisa diproduksi di dalam negeri sebagai penganti impor. "Untuk mengurangi impor BBM, berikan insentif bagi transportasi masal. Bukan malah mengeluarkan mobil murah," tandasnya.
Kepala Ekonom BII Juniman juga menilai banyak janji yang belum dipenuhi. Misalnya revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dan kenaikan PPnBM beberapa produk dari 75% menjadi 125%-150% "Kalau kebijakan tidak menyentuh akar masalahnya, akan jadi bumerang bagi pemerintah," jelas Juniman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News