kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.794   1,00   0,01%
  • IDX 7.470   -9,22   -0,12%
  • KOMPAS100 1.154   0,14   0,01%
  • LQ45 915   1,41   0,15%
  • ISSI 226   -0,75   -0,33%
  • IDX30 472   1,48   0,31%
  • IDXHIDIV20 570   2,21   0,39%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,97   0,69%
  • IDXQ30 158   0,51   0,33%

Pemerintah izinkan BPJS investasi dana kelolaan


Selasa, 14 Januari 2014 / 17:55 WIB
Pemerintah izinkan BPJS investasi dana kelolaan
ILUSTRASI. Anak yang sedang diukur tinggi badannya (dok/First Cry Parenting)


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah memastikan memberikan keleluasaan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk menginvestasikan dana pengelolaan atau aset BPJS. Hal ini akan meningkatkan potensi penerimaan tambahan manfaat peserta BPJS Ketenagakerjaan ke depannya. 

Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans), Wahyu Widodo, mengatakan, pemerintah memberikan keleluasaan kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk meningkatkan potensi penerimaan manfaat kepada peserta melalui pengembangan aset BPJS ke instrumen investasi.

"BPJS Ketenagakerjaan bisa menggunakan beberapa instrumen investasi untuk mengembangkan aset badan namun dengan beberapa batasan tertentu," katanya kepada Kontan, Selasa (14/1).

Peraturan terkait batasan investasi aset jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan hadir dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2013. Beleid tersebut telah ditandatangani Presiden sejak 27 Desember 2013.

Menurut Wahyu, melalui beleid ini dipisahkan sumber aset BPJS Ketenagakerjaan. Sumber aset tersebut terdiri dari aset BPJS Ketenagakerjaan dan aset Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan melalui program Jaminan kecelakaan kerja(JKK), jaminan hari tua(JHT), jaminan pensiun(JP), dan jaminan kematian(JK).

Wahyu menuturkan, BPJS juga tidak bisa secara bebas memanfaatkan dana jaminan sosial untuk keperluan operasional badan. Dana operasional yang dapat diambil dari dana jaminan sosial ketenagakerjaan ditetapkan maksimal 10% dari iuran JKK dan JK serta dan 2% dari akumulasi iuran termasuk hasil pengembangan JHT.

"Persentase penggunaan untuk dana operasional juga ditetapkan oleh Menakertrans dan ditetapkan setiap tahun," katanya.

BPJS Ketenagakerjaan sendiri dapat mengembangkan aset BPJS Ketenagakerjaan melalui sebelas instrumen investasi yang telah ditetapkan.

Di antaranya, deposito berjangka, surat berharga yang diterbitkan oleh negara, surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia(BI), surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan dalam Bursa Efek, saham yang tercatat dalam Bursa Efek, reksadana, dan tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan.

Memiliki batasan

Namun penyertaan aset BPJS kedalam instrumen investasi juga memiliki batasan. Batasan yang dimaksud seperti, investasi berupa saham yang tercatat dalam Bursa Efek, untuk setiap emiten paling tinggi 5% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi.

Untuk investasi berupa reksadana, bagi setiap manajer paling tinggi 15% dari jumlah investasi, dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi.

"Batasan ini untuk memastikan dana pengelolaan BPJS yang merupakan amanat dari peserta tetap aman serta sejalan dengan peningkatan manfaat bagi peserta," kata Wahyu.

BPJS Ketenagakerjaan juga dilarang melakukan pengembangan aset dalam bentuk investasi berupa surat utang korporasi dan saham yang emitennya merupakan badan hukum asing.

"Emiten yang menjadi tempat investasi BPJS juga harus yang memiliki standar atau kualitas tinggi dan terpercaya," katanya.

Sebelumnya, Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan atau yang dulunya PT Jamsostek (Persero), Jeffry Haryadi, mengatakan, mendukung posisi BPJS Ketenagakerjaan untuk bisa berinvestasi di banyak instrumen investasi dalam rangka pengembangan aset.

Ia menilai, praktik penempatan aset BPJS di banyak instrumen investasi sebagai bentuk kehati-hatian dalam mengenola dana jaminan sosial yang merupakan amanat peserta.

Menurut Jeffry, melalui pengembangan dana atau aset yang terkumpul dari iuran peserta di banyak instrumen seperti yang dilakukan Jamsostek sebelumnya akan lebih menguntungkan.

Ia menyatakan, pada tahun 2008 sendiri nilai aset pengelolaan Jamsostek sebesar Rp 60 triliun kemudian pada tahun 2012 nilainya meningkat dua kali lipat menjadi Rp 132 triliun.

Sampai akhir tahun 2013 nilai aset Jamsostek diperkirakan mencapai lebih dari Rp 150 triliun.

Jeffry mengatakan, hasil surplus atau kelebihan dari investasi yang dilakukan BPJS akan didistribusikan secara adil. Seperti untuk kelebihan di dana atau aset jaminan sosial dan BPJS akan didistribusikan ke dana cadangan atau dana talangan untuk mengantisipasi defisit program, dikembalikan ke peserta sebagau pemberian manfaat tambahan, dan pembiayaan belanja modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×