Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat pendidikan, Ina Liem menyatakan pinjaman untuk mahasiswa alias student loan baik untuk diterapkan karena untuk mencapai asas keadilan sosial.
“Siapapun, tanpa memandang orang tua mampu atau tidak, harusnya berhak mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama. Namun, kita sering kali lupa bahwa hak itu (student loan) bergandengan tangan dengan kewajiban,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (26/5).
Ina mengungkapkan, student loan ini rentan gagal bayar seperti yang terjadi di Amerika Serikat, di mana mahasiswa yang telah lulus dan mendapat pekerjaan banyak yang tidak melanjutkan cicilannya.
“Menurut saya harus diperhitungkan secara matang, tidak tergesa-gesa hanya karena sekarang beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menaikkan uang kuliah tunggal (UKT) secara ugal-ugalan,” ungkapnya.
Baca Juga: Ini Kata Bankir Soal Tantangan dalam Menjajaki Penerapan Skema Student Loan
Wacana penerapan student loan belakangan memang menyeruak seiring dengan maraknya mahasiswa yang menyuarakan kenaikan UKT di sejumlah PTN di Tanah Air yang dinilai sangat membebankan.
Alhasil, Ina juga menyoroti kenaikan UKT yang terjadi di sejumlah PTN, menurutnya kampus tersebut perlu merevisi UKT di tahun ini. Pasalnya, banyak pula PTN yang tidak menaikkan biaya tersebut.
“Kalaupun naik angkanya wajar, tidak ugal-ugalan,” katanya.
Dia bilang, Indonesia bisa mencontoh Australia dalam menaikkan UKT, di mana pemerintah di sana menetapkan kenaikan UKT tidak boleh lebih dari 7,5% per tahun.
Kata dia, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 sebenarnya mewajibkan PTN menerapkan UKT untuk kelompok 1 dan 2 sebesar Rp 500 ribu dan Rp 1 juta atau minimal 20%.
“Apakah persentase ini bisa ditambah, itu tergantung anggaran yang dimiliki pemerintah,” imbuhnya.
Ina menuturkan, Permen tersebut juga menyebut UKT ditetapkan oleh Kemendikbudristek. Menurutnya, ini bertujuan agar tidak ada pembengkakan biaya operasional yang selama ini mungkin banyak terjadi, sehingga tidak efisien.
“Menurut saya yang harus direvisi bukan Permendikbud-nya, tapi mindset para pemangku kepentingan di PTN yang menaikkan UKT gila-gilaan,” tuturnya.
Baca Juga: Pengamat: Indonesia Perlu Mencontoh Keberhasilan Skema Student Loan di Luar Negeri
Lebih lanjut, Ina menambahkan, kampus perlu memiliki cara berpikir yang inovatif tidak hanya mengandalkan pemasukan dari UKT mahasiswa. Dia mencontohkan, Institut Pertanian Bogor (IPB) mampu menelurkan banyak inovasi yang menunjang pemasukan kampus, sehingga tidak ada kegaduhan mengenai UKT.
“Kalau semua gaduh berarti mungkin saja Permendikbud-nya yang perlu dipertanyakan. Tapi kalau banyak yang bisa berjalan dengan baik, berarti yang tidak mampu yang perlu dengan rendah hati introspeksi dan merevisi diri,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News