Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta untuk tetap berdaulat di bidang energi guna mempertahankan pembangkitan energi listrik dengan sumber daya yang melimpah di Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengungkapkan bahwa pembangkitan listrik harus selalu merujuk pada situasi di Tanah Air. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tidak boleh terpengaruh oleh isu-isu internasional yang menghentikan pembangkitan Listrik Tenaga Uap (PLTU).
"Meskipun kita telah mengakui rencana investasi dari Just Energy Transition Partnership/JETP yang mengatur kebijakan investasi untuk menghentikan PLTU, pemerintah tetap harus memberikan prioritas pada sumber daya dalam negeri," katanya dalam pernyataannya pada Jumat (8/9).
Baca Juga: Luhut Panjaitan Tagih Dana JETP untuk Pensiun Dini PLTU
Menurutnya, kita harus menghindari kesepakatan internasional yang dapat menghambat Indonesia, terutama masyarakatnya, dalam mendapatkan pasokan energi listrik yang cukup. Pemerintah harus selalu menjamin ketersediaan listrik yang aman dan terjangkau.
Mulyanto juga menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh dengan gegabah mengabaikan potensi energi yang dimilikinya dan bergantung pada impor sumber daya dari luar negeri. "Kita harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada untuk pembangkitan listrik di dalam negeri," ujarnya.
Dalam konteks apa pun, pemerintah harus berhati-hati dalam menjaga kepentingan dalam negeri, terutama yang berkaitan dengan daya beli masyarakat secara luas. "Kita tidak boleh terpaksa mengimpor, karena impor justru akan memberatkan daya beli masyarakat. Itu akan menjadi beban berat bagi rakyat," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Pernyataan yang berisi himbauan ini disampaikan Mulyanto setelah kunjungannya ke PLTU Suralaya yang menghentikan operasional unit sebesar 1,6 GW sejak 29 Agustus 2023. Saat kunjungan tersebut, Mulyanto juga memastikan bahwa emisi operasional PLTU Suralaya telah dikelola dengan baik.
Baca Juga: PLTU Bukan Penyebab Polusi Udara Jakarta, WFH Berdampak Signifikan
Sebagaimana diketahui, PLTU Suralaya sempat dianggap sebagai penyebab polusi udara di Jakarta. Namun, saat PLTU tersebut berhenti beroperasi, kualitas udara tidak mengalami perbaikan pada tanggal 30-31 Agustus. Pada hari tersebut, Indeks IQAir tetap berada di posisi 163, menunjukkan kondisi udara yang tidak sehat.
Terkait hal ini, kualitas udara baru mengalami perbaikan ketika penerapan sistem WFH sebesar 75% diberlakukan bagi aparatur sipil negara yang bekerja di Jakarta. "Ini membuktikan bahwa PLTU Suralaya bukanlah penyebab utama penurunan kualitas udara di Jakarta," kata Mulyanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News