Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbal hasil surat utang negara (SUN) terus menurun setelah kenaikan peringkat surat utang Indonesia oleh Standard and Poor's (S&P), apalagi setelah kelebihan permintaan dalam lelang SUN, Rabu (3/1) lalu. Meski begitu, pemerintah diperkirakan akan sulit menghemat bunga utang dalam jumlah yang besar di tahun ini.
Pada 3 Januari 2017, yield SUN seri benchmark tenor 10 tahun masih ada di level 7,78%. Saat S&P menaikkan rating Indonesia di Mei 2017, yield pun turun ke level 6,93% pada 22 Mei 2017. Kenaikan rating dari Fitch juga mendorong turunnya yield, hingga di 29 Desember 2017 di level 6,29%.
Sementara itu, Rabu lalu, yield SUN tenor 10 tahun tercatat masih ada di level 6,24%. Pada hari ini, yield kembali menurun menjadi 6,15%.
Meski begitu, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, penurunan yield di awal tahun disebabkan oleh banyaknya likuiditas yang ditempatkan di pasar obligasi. Di awal tahun, kondisi likuiditas biasanya kembali ke posisi normal.
Namun demikian, ia memproyeksi pergerakan yield pada tahun ini, sulit untuk turun secara lebih cepat. Sebab, masih ada sejumlah risiko yang akan dihadapi pasar keuangan dalam negeri, utamanya yang bersumber dari eksternal.
"Misalnya, kenaikan Fed rate, kenaikan harga minyak, ini jadi pemicu kekhawatiran. Inflasi bisa naik, kurs volatile, ini bisa mengganggu kondisi bullish di pasar obligasi sekarang," kata David kepada Kontan.co.id, Kamis (4/1).
Dengan tingkat imbal hasil yang sulit menurun, pemerintah sulit menghemat bunga utang lebih besar. Sepanjang tahun 2017, pemerintah hanya berhasil menghemat bunga utang sebesar Rp 2,6 triliun.
Sebab, realisasi pembayaran bunga utang pemerintah dalam APBN-P 2017 tercatat sebesar Rp 216,6 triliun dibanding targetnya sebesar Rp 219,2 tiliun.
David melanjutkan, diperlukan perubahan signifikan untuk menurunkan imbal hasil. Misalnya, menurunnya credit default swap (CDS) agar lebih rendah lagi ditambah dengan kenaikan peringkat surat utang Indonesia oleh Moody's di tahun ini. Dari sisi domestik, fundamental dan struktur ekonomi Indonesia juga perlu ditingkatkan, utamanya melalui kenaikan investasi.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga mengatakan, penurunan imbal hasil SUN tahun ini lebih terbatas dibanding tahun lalu. Bahkan, berpotensi naik di semester kedua mendatang sejalan dengan proyeksi kenaikan suku bunga acuan The Fed. Dari sisi domestik, risikonya berasal dari fiskal karena kenaikan harga minyak mentah.
Namun Josua melihat, pemerintah bisa berhemat bunga utang dengan memanfaatkan strategi front loading atau menerbitkan surat berharga negara (SBN) di semester pertama tahun ini. Kemudian, menerbitkan SBN berdenominasi valas setelah Moody's menaikkan peringkat utang Indonesia di akhir kuartal pertama atau awal kuartal kedua 2018.
Selain itu, pemerintah juga bisa memperbesar penyerapan lelang SUN saat permintaan besar. "Seperti kemarin (lelang SUN 3 Januari 2018) penyerapan pemerintah di atas target indikatif. Di lelang-lelang berikutnya akan seperti itu, ketika demand banyak, pemerintah akan upsize sehingga beban bunga akan tertekan," kata Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News