Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sejumlah kementerian dikomandoi oleh Menteri Pekerjaan Umum selaku Dewan Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) berencana menggelar pertemuan khusus untuk membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ganti rugi genangan lumpur Lapindo.
Danis H. Sumadilaga, Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Pekerjaan Umum mengatakan, pertemuan tersebut dilakukan untuk mencari kesepahaman terhadap bahasa hukum putusan MK. Sebab, sampai saat ini dari pihak pemerintah masih belum sepaham mengenai bahasa putusan MK tersebut.
Kesepahaman tersebut Khususnya, menyangkut penggunaan bahasa "menjamin ganti rugi". "Kalau soal menjamin selama ini sudah diusahakan pemerintah, ini bisa dilihat dari ganti rugi yang sudah dibayarkan yang sisa Rp 800 miliar itu," kata Danis kepada KONTAN Selasa (1/4).
Danis mengatakan, rencananya, pertemuan pembahasan putusan MK tersebut akan diikuti oleh Kementerian Hukum dan HAM, dan BPLS. "Minggu ini, kami sedang cari waktu untuk itu," kata Danis.
Sebagai catatan, MK pekan lalu akhirnya mengabulkan uji materi akhirnya mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 9 ayat 1 huruf a UU No. 15 Tahun 2013 tentang APBN yang mengatur penggunaan APBN untuk ganti rugi terhadap korban semburan Lumpur Lapindo.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi, Maria Farida Indrati memandang bahwa ketentuan yang terdapat dalam Pasal 9 UU APBN 2013 tersebut telah menimbulkan perbedaan perlakuan yang menyebabkan terjadinya ketidakadilan pada korban Lumpur Lapindo. Sebab, Pasal tersebut hanya mengamanatkan bahwa dana APBN yang dialokasikan pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) hanya bisa digunakan untuk pembayaran ganti rugi bagi korban Lumpur Lapindo yang berada di luar Peta Area Terdampak (PAT) semburan lumpur Lapindo saja.
Sementara itu, untuk ganti rugi bagi korban Lumpur Lapindo yang berada di dalam peta, dibebankan kepada PT Lapindo Brantas.
Mursid Mudiantoro, kuasa hukum korban semburan Lumpur Lapindo memandang keputusan MK tersebut sebagai keputusan luar biasa. Sebab, keputusan tersebut telah memberikan kepastian hukum bagi korban Lumpur Lapindo yang berada di dalam Peta Area Terdampak (PAT), khususnya, dalam mendapatkan ganti rugi mereka langsung dari negara.
Mursid mengatakan, selama delapan tahun korban Lumpur Lapindo di dalam PAT masih banyak yang belum mendapatkan ganti rugi. PT Lapindo Brantas, sampai saat ini tidak mau memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang berada di dalam PAT dengan berbagai alasan.
Mursid menghitung, total kerugian masyarakat korban Lumpur Lapindo di dalam wilayah PAT yang sampai saat ini belum dibayar oleh Lapindo mencapai Rp 1,5 triliun, atau dua kali lipat dari yang diakui oleh pihak Lapindo yang hanya Rp 800 miliar saja.
"Lapindo hanya menghitung masyarakatnya, tanpa menghitung kerugian usaha dan lain sebagainya yang dialami oleh masyarakat di sana," katanya di Gedung MK Rabu (26/3).
Mursid meminta pemerintah untuk segera melaksanakan putusan MK ini. Dia minta, agar anggaran ganti rugi untuk korban Lapindo yang berada di dalam area PAT segera dimasukkan dalam APBNP 2014 ini. Sehingga, masyarakat korban Lumpur Lapindo bisa segera menerima hak ganti rugi mereka.
"Setelah itu, silahkan negara dan pemerintah head to head dengan Lapindo untuk membayar kerugian kepada mereka," katanya beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News