Reporter: Adi Wikanto, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Hari ini, Senin 19 Januari 2015, masyarakat Indonesia menikmati harga baru bahan bakar minyak (BBM). Harga premium turun dari Rp 7.600 per liter menjadi Rp 6.600. Sedangkan solar bersubsidi menjadi Rp 6.400 per liter dari Rp 7.250. Ini tentu menjadi kabar baik bagi kita semua. Apalagi, pemerintah berencana menetapkan harga BBM saban dua pekan sekali.
Di tengah tren penurunan harga minyak dunia, bukan tak mungkin, harga BBM kembali longsor. Tapi, para pengguna premium jangan terlalu berharap. Sebab, pemerintah berencana memberlakukan tarif batas bawah untuk premium dan solar.
Rencananya, harga bawah premium akan dipatok di Rp 6.500 seliter. Rencana ini akan disampaikan bersamaan dengan penyerahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said beralasan, kebijakan ini bisa menjaga daya beli warga. Sebab, kebijakan menyerahkan harga minyak ke pasar akan membuat harga BBM fluktuatif, mengikuti harga minyak internasional Jika harga minyak internasional naik lagi, harga BBM lokal ikutan naik tinggi. Alhasil, lompatan harga BBM bisa terlalu tinggi. Agar beban warga tak terlalu berat saat harga minyak dan BBM naik tajam, tarif batas atas bisa menjadi penolong.
Sayang, Sudirman belum mau menyebut batas atasnya. Hanya, jika kelak harga minyak dunia terus anjlok sehingga harga jual premium di bawah Rp 6.500 per liter, katakanlah Rp 6.300, maka keuntungan sebesar Rp 200 seliter akan masuk ke kantong pemerintah.
Uang itu lalu akan dikelola Kementerian Keuangan dan dipakai untuk memperbanyak cadangan BBM nasional yang saat ini hanya cukup buat 18 hari sampai 20 hari menjadi 30 hari.
Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), berpendapat, penetapan harga patokan BBM akan berdampak krusial bagi stabilitas harga. Masyarakat dan dunia usaha akan lebih mudah merencanakan anggaran karena harga barang dan jasa terkendali dalam rentang tertentu. Kebijakan ini juga bisa mengerem konsumsi masyarakat.
Harga premium yang terlalu rendah akan menyebabkan konsumsi masyarakat melonjak sehingga impor minyak meledak lagi. Keinginan membuat surplus neraca dagang pun sulit terwujud. Penerapan batas tarif BBM akan membuat pemerintah punya ruang fiskal untuk hal-hal produktif.
"Yang penting, pemerintah harus transparan," pinta Enny, Minggu (18/1).
Pri Agung Rahmanto, Direktur Eksekutif Reforminer Institute bilang, efek negatifnya, masyarakat tak bisa menikmati penurunan harga BBM yang drastis saat harga minyak dunia anjlok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News