kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.839   -99,00   -0,63%
  • IDX 7.462   -30,39   -0,41%
  • KOMPAS100 1.155   -4,60   -0,40%
  • LQ45 914   -6,43   -0,70%
  • ISSI 227   0,61   0,27%
  • IDX30 470   -4,56   -0,96%
  • IDXHIDIV20 567   -5,69   -0,99%
  • IDX80 132   -0,48   -0,36%
  • IDXV30 141   0,34   0,24%
  • IDXQ30 157   -1,24   -0,78%

Pembentukan badan khusus perlindungan TKI, timbulkan benturan kewenangan


Rabu, 06 Juli 2011 / 08:31 WIB
Pembentukan badan khusus perlindungan TKI, timbulkan benturan kewenangan
ILUSTRASI. Foto udara proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung Seksi 1 di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Selasa (22/9/2020). Cuaca hari ini di Jabodetabek cerah hingga berawan, Bogor dan Depok hujan.


Reporter: Irma Yani | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Rencana pembentukan lembaga baru khusus menangani perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri menjadi perhatian serius. Pasalnya, pembentukan badan baru di luar Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) dipastikan akan menimbulkan benturan kewenangan.

“Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana tidak terjadinya bentrok. Biasanya akan terjadi ketidakharmonisan, makanya harmonis itu harus ditegaskan dalam UU, dijelaskan sebuah lembaga itu sistemnya bagaimana,” kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin Irmanputra Sidin, usai RDPU Panja Revisi UU No.39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Selasa (5/7).

Namun, katanya, jika dilihat perlu atau tidaknya lembaga baru tersebut, ia enggan memastikan. Hanya saja jika lembaga khusus itu benar-benar terbentuk maka hal tersebut mencerminkan kinerja Menakertrans tak berjalan dengan baik. “Soal perlu atau tidaknya badan baru itu ranah kebijakan DPR. Intinya kalau lembaga tersebut terbentuk berarti menunjukkan rakyat melalui wakilnya merasa tidak percaya terhadap kinerja lembaga atau Menteri yang ada dalam mengerjakan tugas perlindungan itu,” ujarnya.

Ia menegaskan, yang paling penting adalah bahwa dalam setiap melahirkan suatu kebijakan baru maka perlu ada fungsi pengawasan yang pasti. “Kalau perlu direvisi tiap tiga bulan sekali. DPR tentunya perlu membentuk sistem pengawasannya bagaimana terhadap kinerjanya,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR-RI Arief Minardi menilai, jika timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja lembaga perlindungan TKI yang ada saat ini, alangkah jauh lebih baik tak membentuk lembaga baru. “Memang menurut saya BNP ini lahir atas ketidakpercayaan kepada Menakertrans, tapi ini jadi kebiasaan di kita ketika tidak dipercaya mestinya diganti, dipecat orangnya bukan bikin lembaga baru. Ini akan jadi kebiasaan, lembaga baru dibuat, nanti enggak dipercaya lagi, terus bikin lagi yang baru. Bikin lagi satgas,” ujarnya.

Maka, ia menilai, sebaiknya kewenangan tersebut dikembalikan kepada Kemenakertans. Pasalnya, kewenangan dan fungsi perlindungan kepada TKI memang merupakan kewenangan kementerian. "Karena sudah seperti ini, sebaiknya bubarkan saja BNP, kembalikan ke tenaga kerja. Kalau enggak bisa mengerjakan, pecat. Karena menurut saya fungsi perlindungan ini merupakan murni fungsi pemerintah, fungsi eksekutif. Kalau hanya fungsi koordinasi, kan pastinya dikoordinasikan juga,” tegasnya.

Namun, jika nantinya lembaga baru khusus menangani perlindungan TKI tetap terbentuk, maka sebaiknya untuk fit and proper test-nya dikembalikan kepada pemerintah. Sehingga, jika kembali terjadi kegagalan kembali maka akan menjadi tanggungjawab pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×