Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar mendesak pemerintah serius membuktikan perang melawan kejahatan narkoba. Hal itu diungkapkan terkait rencana pemerintah memberikan pembebasan bersyarat untuk terpidana narkoba asal Australia Schapelle Leigh Corby.
"Kami desak pemerintah serius memerangi kasus narkoba, bukan malah pelakunya diberikan grasi dari hukuman 20 tahun menjadi bebas,” kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Tantowi Yahya, di Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Tantowi mengatakan, Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ditugaskan menjalankan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba tahun 2011-2015, mencanangkan tahun 2014 sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba yang diperkirakan kian tinggi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, tak ada alasan bagi pemerintah untuk lemah dalam perang melawan kejahatan narkoba.
Dalam Inpres tersebut, pada instruksi kedua poin (d), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan bidang pemberantasan untuk fokus pada upaya penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, dan peradilan jaringan sindikat narkoba baik dalam mau pun luar negeri secara sinergi.
“Namun faktanya berbeda dengan realita di lapangan. SBY bukan saja tidak mendukung implementasi Inpres itu, tetapi justru mempermalukan dan memperlemah fungsi serta tugas BNN dan masyarakat dalam memberantas narkoba,” ujarnya.
Berdasarkan data BNN, kata Tantowi, saat ini Indonesia berada pada posisi keempat negara dengan jumlah narkoba terbesar di dunia. Artinya, Indonesia masuk dalam kategori darurat penyalahgunaan narkoba, dengan jumlah pecandu narkoba di atas angka 4,9 juta jiwa pada tahun 2013. Jumlah tersebut meningkat dari 1,75 persen pada tahun 2005, menjadi 4,9 persen pada 2011. Dengan demikian, jumlah pengguna narkoba di Indonesia meningkat 2,3 persen, dan penggunanya yang berusia 10-20 tahun meningkat sebanyak 2,5 persen.
"Pemberian bebas bersyarat pada Corby seolah-olah bertindak adil padahal merupakan bukti tidak tegasnya pemerintah," katanya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menegaskan bahwa terpidana narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby, belum tentu mendapatkan pembebasan bersyarat dari Pemerintah Indonesia. Ia mengatakan, pembebasan bersyarat untuk Corby masih ditelaah. Ia tegaskan, Kemenhuk dan HAM tengah menelaah rekomendasi pembebasan bersyarat untuk 1.700 terpidana yang hasilnya akan disampaikan pada hari ini.
Sebanyak 1.700 tahanan yang akan mendapatkan pembebasan bersyarat merupakan rekomendasi yang disampaikan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang dibentuk Kemenhuk dan HAM. Amir akan menandatangani surat pembebasan bersyarat para tahanan tersebut. Sekitar Oktober 2013, Direktur Informasi dan Komunikasi Ditjen Pemasyarakatan Ayub Sutarman mengatakan, berkas pembebasan bersyarat Corby belum lengkap. Masih dibutuhkan surat jaminan dari Kedutaan Besar Australia. Corby yang kedapatan membawa 4,1 kg ganja ke Bali dihukum 20 tahun penjara.
Namun, ia mendapatkan pengurangan hukuman selama 5 tahun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bila dibebaskan bersyarat, Corby harus tetap berada di Lapas Kerobokan, Bali, sampai pertengahan tahun 2015. Dengan catatan, ia terus mendapatkan pengurangan hukuman delapan bulan setiap tahunnya. Kepala Lapas Kerobokan Gusti Ngurah Wiratna mengatakan, Corby juga mendapatkan pengurangan hukuman 6 bulan bertepatan dengan peringatan 17 Agustus 2013. (Indra Akuntono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News